Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
WAKIL Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan pemerintah tidak bisa serta merta menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Pemerintah tidak bisa serta merta memotong tarif PPN. Apalagi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun anggaran 2025 telah disepakati oleh pemerintah dan DPR," kata legislator Fraksi Partai Gerindra itu dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (23/12).
Sebab, kata dia, pada Pasal 7 ayat (4) UU HPP dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) untuk menentukan asumsi PPN dengan rentang tarif 5 hingga 15 persen bisa dibuat atas dasar persetujuan DPR pada tahap pembahasan Rancangan APBN (RAPBN).
"Di ayat (4)-nya kalau kita baca itu adalah Peraturan Pemerintah yang bisa dibuat oleh pemerintah dengan persetujuan DPR adalah untuk menentukan asumsi penerimaan dari pajaknya dengan rentang 5 sampai 15 persen, makanya di sini dikatakan bahwa PP itu bisa disetujui DPR dan pemerintah untuk pembuatan rancangan APBN, bukan langsung dipotongkan begitu saja," ujarnya.
Hal itu disampaikannya merespons pernyataan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit yang menyebut pemerintah bisa mengusulkan penurunan tarif PPN.
Dia menilai Dolfie yang merupakan kader PDI Perjuangan (PDIP) selaku fraksi pengusul UU HPP tidak membaca secara utuh setiap beleid yang termaktub dalam payung hukum tersebut.
"Terkait yang disampaikan oleh Dolfie, bahwa sebagai Ketua Panja dia tidak memahami UU ini, terlihat bahwa pada saat membaca Pasal 7 ayat (3), tapi tidak membacanya di ayat (4) secara tuntas," tuturnya.
Dia juga memandang pernyataan Dolfie yang menjadi Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) pada periode DPR RI 2019-2024 sebagai kebohongan publik dan provokasi terhadap rakyat.
Padahal, lanjut dia, UU HPP merupakan produk legislasi dari PDIP saat menjadi partai penguasa DPR RI periode sebelumnya. "Jadi ini bentuk provokator dari pada kondisi saat ini sehingga masyarakat bergerak menuntut pembatalan PPN ini," bebernya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP Dolfie Othniel Frederic Palit mengatakan pemerintahan Prabowo Subianto sebetulnya dapat mengusulkan penurunan tarif pajak PPN.
Dia menjelaskan ketentuan itu tertuang dalam Pasal 7 Ayat (3) UU HPP, di mana pada bagian Bab IV disebutkan PPN rentang perubahan tarif itu berada di angka 5-15 persen.
"Sebagaimana amanat UU HPP, bahwa tarif PPN mulai 2025 adalah 12 persen. Pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif tersebut dalam rentang 5 persen sampai dengan 15 persen (bisa menurunkan maupun menaikkan), sesuai UU HPP Pasal 7 Ayat (3), pemerintah dapat mengubah tarif PPN di dalam UU HPP dengan persetujuan DPR," kata Dolfie dalam keterangan tertulis, Minggu (22/12). (Ant/H-2)
KETUA Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah memberi catatan ke pemerintah terkait kebijakan fiskal dan ekonomi makro 2026.
PEMERINTAH RI diharapkan bisa mendorong terwujudnya persatuan antara negara-negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI) melalui Konferensi PUIC.
PRESIDEN Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional dapat mencapai 8 persen selama masa pemerintahannya.
Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
ANGGOTA Komisi IX sekaligus anggota Badan Anggaran DPR RI Ashabul Kahfi, berharap meski anggaran Makan Bergizi Gratis hanya Rp10 ribu, tetapi gizi yang disajikan tetap terpenuhi.
KETUA Fraksi PKB DPR RI Jazilul Fawaid mengaku akan menyukseskan program Presiden Prabowo Subianto. Ia menjelaskan memasuki 2025, pemerintah dihadapkan
Keputusan pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% untuk barang dan jasa mewah mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak.
PKS mengapresiasi kebijakan pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah. Langkah ini dinilai bijak dalam menjaga daya beli masyarakat menengah ke bawah
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan apresiasi kepada pemerintah atas keputusan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% khusus untuk barang dan jasa mewah.
Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025
Kuartal pertama akan dihadapkan kondisi politik yang cukup hangat antara laindari penyesuaian PPN 12 persen.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved