MAKI: Pejabat Negara Manipulasi LHKPN Harus Dipecat

Devi Harahap
13/12/2024 20:41
MAKI: Pejabat Negara Manipulasi LHKPN Harus Dipecat
Koordinator MAKI Boyamin Saiman .(Dok MI/Rommy Pujianto)

MASYARAKAT Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong pemerintah melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar lebih berani untuk menindak tegas para pejabat negara yang memanipulasi hingga mangkir dalam memberikan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN). Maklum, LHKPN menjadi salah satu parameter pencegahan korupsi dan sejauh mana keseriusan negara memberantas praktik korupsi.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai penyebab minimnya komitmen dan kepatuhan penyelenggara negara dalam pelaporan LHKPN dan jika pun melapor hanya berisi data abal-abal, disebabkan tidak adanya pemberlakuan sanksi tegas.

“Pejabat akan semaunya sendiri, jangankan yang mengisi data tidak benar, banyak juga pejabat yang berani tidak lapor LHKPN. Semua itu terjadi karena tidak ada sanksi tegas dan KPK juga tidak pernah meneliti lebih lanjut terkait detail isi LHKPN yang dilaporkan,” ujarnya kepada Media Indonesia, Jumat (13/12).

Boyamin menyebut banyak pihak yang mengisi LHKPN jika dalam kondisi terpaksa karena diperintah, bahkan hanya dianggap sebagai formalitas. Menurutnya, KPK harus memiliki taring tajam dalam menelusuri LHKPN abal-abal yang banyak dimanipulasi pejabat.

“Tapi yang selama ini terjadi, KPK hanya verifikasi faktual LHKPN dengan sekedarnya, tidak pernah didalami dari mana hartanya, tidak pernah didatangi, dan tidak pernah diteliti, maka pejabat jadi semau-maunya saja. Sehingga orang berani untuk mengisi asal-asalan karena tidak ada sanksinya,” tuturnya.

Menurut dia, jika KPK tak bisa membenahi sistem pengawasan LHKPN secara mendalam dan tak mampu menerapkan sanksi kepada para pejabat yang 'nakal' dalam pelaporan, ia mendorong lembaga antirasuah tersebut untuk memperjuangkan aturan mandiri melalui undang-undang tentang LHKPN.   
 
“Jadi kalau KPK mau memperjuangkan undang-undang tentang LHKPN, sistem pengawasan akan lebih mengikat bagi siapa yang tidak mengisi dan bagi yang mengisi (LHKPN) tidak benar. Di dalam aturan itu diberikan sanksi pidana misalnya hukuman penjara atau denda yang tinggi,” katanya.  

Kendati telah ada dasar hukum LHKPN melalui UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan KKN, Boyamin menjelaskan bahwa kehadiran UU LHKPN akan menjadi proyeksi penguat bagi KPK untuk menerapkan sanksi tegas.

“Misalnya, dalam kasus pajak, orang mengisi SPT tidak benar itu bisa terkena pidana pajak dan yang tidak melapor juga terkena denda administrasi dan denda dibuat tinggi. Jika KPK bisa menetapkan hal serupa kepada pejabat terkait LHKPN , saya mengira akan ada efek jera bagi pejabat,” ungkapnya.

Sebagai instrumen deklarasi aset, LHKPN kata Boyamin, secara praktikal belum mempunyai kekuatan. Salah satunya, pejabat dengan kekayaan yang tak wajar tidak bisa dipidana. Atas dasar itu, jika hadir UU LHKPN maka KPK bisa bekerjasama dengan petugas pajak untuk menelusuri kebenaran jumlah harta pejabat yang dilaporkan.

“Jadi KPK bisa menindaklanjuti LHKPN yang mencurigai sampai kepada harta-harta anak dan istrinya, pajaknya juga dihitung dan dilacak bersama petugas pajak, sehingga dengan begitu pajaknya juga dihitung bersama dengan pegawai pajak. Pejabat yang memanipulasi LHKPN harus dibuat repot, sehingga mereka kapok dan mau melaporkan dengan benar,” imbuhnya.

Selain itu, Boyamin juga mendorong pemberlakuan sanksi yang tegas secara administrasi dan pidana bagi para penyelenggara negara yang tidak melaporkan LHKPN ataupun yang memanipulasi LHKPN.

“KPK harus melapor ke atasan mereka agar jangan sampai yang tidak lapor mendapatkan promosi jabatan, bahkan harus diberhentikan dari jabatannya. Kalau itu menteri, harus lapor ke presiden dan wajib mundur, lalu dipublikasikan. Dengan begitu, rasa tanggung jawab kepada masyarakat itu ada, sehingga membuat pejabat jera, mau melapor dan mengisi dengan benar,” katanya. (J-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya