Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

KPU Diminta tidak Mereduksi Kebijakan 30% Keterwakilan Perempuan dalam Pemilu

Devi Harahap
23/10/2024 16:02
KPU Diminta tidak Mereduksi Kebijakan 30% Keterwakilan Perempuan dalam Pemilu
Gedung KPU(Dok.MI)

KETUA Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan sebagai penyelenggara pemilu, KPU harus bertanggung jawab untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak asasi manusia (HAM) yang diatur dalam aturan 30 persen keterwakilan perempuan.

“Pelindungan HAM sebagaimana yang dimaksud dalam tanggung jawab negara merupakan tanggung jawab dari KPU dan penyelenggara Pemilu lainnya, juga lembaga yudikatif seperti Mahkamah Agung untuk menjamin bahwa perempuan aturan tidak dihilangkan haknya untuk dipilih sebagai calon legislatif melalui peraturan kuota 30 persen,” ujar Atnike dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu di Ruang Sidang DKPP, pada Selasa (23/10).

Merujuk pada Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999, Atnike mengungkapkan setidaknya ada beberapa kelompok yang disebut sebagai kelompok rentan di antaranya perempuan, lanjut usia, penyandang disabilitas dan masyarakat hukum adat. 

Perempuan, menurutnya, berada dalam posisi yang rentan atau marjinal baik secara sosial, ekonomi, maupun politik sehingga memerlukan kebijakan afirmasi bagi perempuan. 

“Jika kita bandingkan aturan afirmasi kepada perempuan sudah lebih kuat dibanding penyandang disabilitas melalui kebijakan 30 persen suara calon legislatif di dalam Undang-Undang Pemilu maupun undang-undang dan peraturan lainnya yang terkait dengannya,” terang Atnike.

Dalam Pasal 28I ayat 4 UUD 1945, hal terkait perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara. Sementara berdasarkan 22 E ayat 5 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan penyelenggaraan pemilu diselenggarakan oleh sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Sedangkan penegakan HAM berkaitan dengan upaya KPU memastikan ketersediaan 30 persen tersebut untuk memberikan kepastian hukum serta pemenuhan rasa keadilan kelompok perempuan dalam Pemilu.

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah mengatakan bahwa ketika membicarakan isu afirmasi atau keterwakilan perempuan dalam politik, KPU harus melihatnya pada tiga dasar yakni prinsip non-diskriminasi, kesetaraan substantif, dan kewajiban negara. 

“Prinsip non-diskriminatif ini menjadi dasar bagi penyelenggara negara bahwa negara tidak boleh diskriminasi. Dan terkait sistem kuota 30 persen atau penunjukan langsung ini seringkali dinilai tidak wajib, tapi sebenarnya ini kewajiban konstitusional dalam konteks kewajiban negara,” tuturnya. 

Aminah menegaskan bahwa kebijakan afirmasi politik kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam pemilu merupakan sebuah kebijakan global yang telah diadopsi Indonesia. Dijelaskan bahwa kuota 30 persen tersebut akan berkontribusi pada praktek hak yang sama untuk menduduki jabatan publik dan proses rekrutmen yang terbuka. 

“Proporsi kursi yang ditempati di pemda dan pempus harus memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan. Dan sebagai penyelenggara negara, KPU tidak boleh mereduksi kebijakan global berupa afirmasi ini hanya karena hal-hal yang berkaitan dengan administrasi dan formatif,” tandasnya.  
Sebelumnya, pihak pengadu yakni Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mikewati Vera Tangka, dkk mengadukan Ketua dan Anggota KPU RI, yaitu Mochammad Afifuddin, Idham Holik, Yulianto Sudrajat, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, dan August Mellaz.

Dalam formulir aduan, para teradu diduga tidak menindaklanjuti Putusan Bawaslu RI Nomor 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 Tanggal 29 November 2023 dan tidak melakukan perbaikan terhadap tata cara, prosedur dan mekanisme sehingga terdapat Pemungutan Suara Ulang (PSU) DPRD Provinsi Gorontalo di daerah pemilihan (Dapil) 6.

Dalam petitumnya, pihak pengadu memohon untuk mengabulkan pengaduan, serta menyatakan teradu melakukan kode etik berat, menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap dan sanksi keras terakhir, serta memerintahkan Bawaslu untuk mengawasi pelaksanaan putusan.

Agenda sidang tersebut bertujuan untuk mendengarkan keterangan dari para pihak, baik pengadu, teradu, saksi, maupun pihak terkait, di antaranya Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, Komisioner Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan Siti Aminah Tardi, dan Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. (Dev/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya