Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PERUBAHAN revisi Undang-Undang Wantimpres menjadi nomenklatur Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dinilai bertentangan dengan konstitusi dan semangat reformasi. Pakar hukum tata negara Feri Amsari, mengatakan dalam Bab 4 UUD 1945 hasil amendemen telah menghapus DPA.
Feri mengatakan hasil diskusi pelaku perubahan UUD 1945, penghapusan DPA dilakukan untuk mengefisiensi dan mengefektifitaskan pemurnian sistem presidensial.
"Oleh karena itu, DPA dihapuskan dan presiden melalui UU akan diberikan wewenang membentuk Wantimpres yang berada di bawah kuasa presiden atau bagian staf presiden di Istana Negara," kata Feri ketika dihubungi, Jumat, 12 Juli 2024.
Baca juga : Memunculkan Lagi Dewan Pertimbangan Agung Berarti Melawan Konstitusi
Usulan perubahan RUU Wantimpres ini, kata Feri, cukup janggal karena dilakukan mendekati akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo. Dia menilai usulan DPA yang digulirkan Baleg juga tidak sesuai UUD 1945, dan cenderung melanggar konstitusi.
"Semestinya Presiden menyadari ini tidak elok hanya mengejar jabatan ketika sedang berakhir, lalu membuat lembaga baru. Dan bagi Presiden terpilih ini juga berbahaya karena Presiden tidak lagi dimurnikan kekuasaannya. DPA berpotensial mengendalikan atau memberikan masukan yang sebenarnya lebih mirip pengarahan terhadap Presiden terpilih," kata Feri.
Sementara itu, pakar hukum tata negara, Aan Eko, menilai usulan DPR RI soal RUU Wantimpres menjadi DPA sangat bertentangan dengan semangat reformasi.
Baca juga : Jimly Asshiddiqie: Ketentuan Dewan Pertimbangan Agung Presiden Dapat Diatur dalam UU
"Karena, dalam semangat reformasi ketika itu beberapa lembaga negara yang tidak punya relevansi dengan negara hukum itu sudah dihapus, direvitalisasi," kata Aan.
Usulan DPA baru yang akan menjadi lembaga di luar kepresidenan, kata Aan, akan menjadikan fungsinya tidak sesuai dengan hakikat kedudukan sebagai lembaga pertimbangan presiden.
"Kalau DPA dikeluarkan dari cabang eksekutif maka DPA ini seolah-olah menjadi check and balance terhadap presiden, sebagaimana Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, DPR dan DPD. Itu kan menjadi check and balace untuk mengimbangi kekuasaan Presiden," kata Aan.
Baca juga : Fraksi NasDem Dorong Revisi Wantimpres Segera Dibawa ke Rapat Paripurna
Padahal, kata dia, DPA merupakan pihak yang memberikan pertimbangan dan nasihat kepada Presiden. Tetapi, bila DPA menjadi lembaga yang mandiri, hal tersebut bertentangan dengan fitrahnya.
"Dengan demikian urgensinya (usulan RUU Wantimpres) ini tidak ada, yang terjadi justru akan menghambur-hamburkan keuangan negara. Jadi tidak maksimum dalam menjalankannya, bahkan salah arah dalam menjalankan tugasnya tapi dibiayai oleh negara," ujar Aan.
Bila DPA ini benar akan dibentuk, lanjut Aan, jangan sampaimenjadi beban untuk negara dan hanya menjadi keuntungan bagi anggota DPA. Dia mendorong DPR mempertimbangkan betul atas usulan perubahan RUU Wantimpres menjadi DPA.
Baca juga : Kemunculan RUU Wantimpres Dinilai Memperlihatkan Adanya Unsur Pesanan
"Inilah saya melihat bahwa seharusnya dalam masa-masa seperti ini, kita menyelesaikan masalah prioritas, bukan menambah masalah. Masalah kita ini sudah besar. Ada masalah IKN yang sampai saat ini belum tuntas. Ada masalah program makan siang gratis, juga belum tuntas. Ada masalah judi online, dan juga masalah profesionalitas Polri. Bukan itu yang diselesaikan, tapi malah terkait dengan masalah lain yang sebenarnya tidak ada masalah, yang sudah sesuai bahkan," beber Aan.
Sebelumnya, RUU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres disetujui menjadi usul inisiatif DPR. Kesepakatan ini diambil dalam Rapat Paripurna ke-22 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024.
Salah satu revisi yang tertuang tentang perubahan nomenklatur Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Pada Pasal 7 ayat 1 draf revisi UU tersebut disebutkan jumlah DPA akan ditentukan berdasarkan kebutuhan presiden.
"Dewan Pertimbangan Agung terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan beberapa orang anggota yang jumlahnya ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan," tulis draf Revisi UU Wantimpres seperti dikutip Medcom.id, Kamis, 11 Juli 2024. (Z-7)
POLITIKUS PDI Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno merespons wacana Presidential Club diformalkan layaknya Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Jimly Asshiddiqie merespons soal Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Menurutnya ketentuan nama maupun anggota DPA nantinya dapat diatur dalam undang-undang.
Airlangga pastikan aturan terkait DPA sudah disetujui oleh semua fraksi di DPR
PKB tidak keberatan DPA diisi oleh para mantan presiden
Presiden Joko Widodo menolak mengomentari usulan Revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Ia menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada DPR sebagai inisiator.
PAN mengeklaim Rancangan Undang-Undang (RUU) Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) diusulkan untuk memperkuat tugas dan fungsi lembaga tersebut.
Kabupaten Bandung memperoleh nilai 83,67 dengan predikat A- untuk Indeks Reformasi Birokrasi (IRB).
Aksi simbolik ini berkisah tentang kekerasan Orde Baru. Dari berbagai literasi, ada lebih dari 500.000 jiwa melayang,
PULUHAN ribu petani, sebagian besar dari Punjabi dan Haryana, berdemonstrasi di berbagai jalan raya di perbatasan New Delhi sejak akhir November 2020.
Desakan dari suporter tersebut juga akan disampaikan saat agenda Manajer Meeting Liga 2 yang akan digelar dalam waktu dekat.
Secara teoritis, model personalised government (Alagappa, 1995: 300) sebenarnya juga merupakan varian dari sistem otoriter.
PEMILIHAN umum (pemilu) telah menjadi mekanisme ketatanegaraan yang dipilih Indonesia untuk melakukan sirkulasi elite secara damai dan berkesinambungan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved