Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pakar Duga Ada Unsur Politis dalam Penanganan Kasus Korupsi Besar-besaran di Kejagung

Siti Yona Hukmana
08/6/2024 19:00
Pakar Duga Ada Unsur Politis dalam Penanganan Kasus Korupsi Besar-besaran di Kejagung
Tiga kendaraan supercar milik tersangka pengusaha Harvey Moeis di Gedung Kejaksaan Agung(MI/Susanto)

KEJAKSAAN Agung (Kejagung) tengah menangani sejumlah kasus korupsi dengan nilai kerugian negara yang cukup besar. Pakar hukum Trubus Rahadiansyah menilai penanganan kasus rasuah bernilai besar oleh Korps Adhyaksa dinilai terdapat unsur politis.

Trubus mengakui Kejaksaan berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan. Namun, persoalannya, kata dia, Kejaksaan Agung hanya mau menangani kasus korupsi yang nilainya triliun rupiah.

"Itu masalahnya. Yang triliunan-triliun ditangani sama Kejagung, tapi ujung-ujungnya hasilnya tidak optimal kan gitu. Sepertinya Pak Jokowi (Presiden) memberikan ruang besar kepada Kejagung. Berarti kan ada sisi politisnya," kata Trubus kepada Medcom.id, Sabtu, 8 Juni 2024.

Baca juga : Kejagung Siap Tampung Kasus Korupsi Internal KPK

Trubus mengatakan Kejagung mempunyai privilege lebih tinggi dari Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus korupsi yang nilainya kecil ditangani KPK, paling sedikit ditangani Polri.

Padahal, masing-masing instansi penegak hukum itu mempunyai kewenangan yang diatur dalam undang-undang. Trubus menduga KPK tidak lagi menangani kasus korupsi besar karena tengah diberangus usai mantan Ketua KPK Firli Bahuri ditetapkan tersangka suap oleh Polda Metro Jaya.

"KPK sudah menjadi lumpuh, kasus-kasusnya itu-itu saja sampai sekarang kasus Formula-E nggak ada hasilnya," ungkap dia.

Baca juga : Kejagung Mau Anggotanya Duduki Jabatan di KPK

Menurutnya, Kejagung saat ini terlihat lebih prioritas ketimbang KPK dan Polri. Padahal, kata dia, Korps Adhyaksa itu dulu lemah. Maka itu, hadir KPK.

"Kalau dari dulu kuat nggak perlu ada KPK, KPK buat apa kan gitu. Kalau Kejagung dari dulu sudah tampil prima, nggak perlu ada KPK, ditangani Kejagung saja beres," ucap dia.

Kini, Trubus meminta Kejagung dan instansi penegak hukum lainnya duduk bersama membagi peran masing-masing. Menurut dia, penanganan kasus korupsi yang berlebihan oleh Kejagung menjadi salah satu pemicu penguntitan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampdisus) Febrie Adriansyah beberapa waktu lalu.

Baca juga : Sangat Buruk, Hanya 444 Kasus Korupsi yang Ditindak Sepanjang 2020

"Iya harus bagi peran, sekarang harusnya duduk bersama bagi-bagi peran supaya tidak lagi ada kasus penguntitan segala itu," pungkas dia.

Salah satu kasus yang ditangani Kejagung ialah dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015-2022. Kejagung menetapkan 22 tersangka dalam kasus ini.

Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin. Harvey juga merupakan suami artis Sandra Dewi.



Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp300,003 triliun.

Rinciannya, kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra dengan sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun. (Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya