Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KEMELUT biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi kembali menyeruak. Baru-baru ini, Universitas Riau menjadi sorotan karena Rektor Universitas Riau, Sri Indarti melaporkan mahasiswanya yang memberikan kritik mengenai mahalnya UKT.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengaku prihatin dengan kondisi ini. Dia menegaskan perguruan tinggi tidak selayaknya berdagang mencari untung dengan mahasiswa untuk pembangunan kampus.
Hetifah menyadari kenaikan UKT yang tinggi ini karena adanya status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang memungkinkan perguruan tinggi memiliki kemandirian berupa otonomi baik di bidang akademik maupun non akademik. Perubahan status tersebut pun membuat PTN-BH memiliki kewenangan mutlak untuk menetukan arah kebijakan PTN tanpa intervensi dari luar.
Baca juga : UT Pertahankan Biaya Kuliah Terjangkau Selepas Jadi PTN-BH
Meskipun demikian, Hetifah menyayangkan, dengan adanya PTN-BH seharusnya PTN dapat meningkatkan reputasi maupun kualitas baik secara institusi maupun lulusan mahasiswa. PTN-BH diberikan keleluasaan untuk untuk mencari dana tambahan dari pihak swasta guna menjalankan aktivitas kampus atau Pembangunan infrastruktur lainnya. Namun, bukan berarti PTN ini bisa sewenang-wenang untuk menaikkan UKT mahasiswa.
“Kita tahu sendiri kondisi penghasilan rata-rata masyarakat Indonesia saat ini seperti apa, peningkatan UKT 3 hingga 5 kali lipat sungguh tidak logis dan tidak relevan,” ungkapnya, Kamis (9/5).
Lebih lanjut, Hetifah mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap otonomi PTN-BH terkait jenis-jenis pendapatan terutama dari bidang akademik/pendidikan. Hal itu agar ada standar minimum dan maksimum nominal UKT, sehingga tidak memberatkan mahasiswa.
Baca juga : Tolak Pinjol Jadi Opsi Bayar UKT, Komisi X DPR Usul Perbaharui Struktur Anggaran Pendidikan
Secara terpisah, Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud-Ristek) harus segera turun tangan untuk mengawasi dan mengarahkan kebijakan UKT yang dianggap kurang terkontrol.
Menurutnya, perguruan tinggi negeri yang berstatus sebagai PTN-BH dan PTN-BLU memang memiliki otoritas dalam menetapkan tarif, tetapi otoritas tersebut tidak boleh digunakan untuk semena-mena menaikkan biaya pendidikan.
"Kenaikan UKT ini menjadi masalah serius karena dilakukan tanpa transparansi dan memaksa calon mahasiswa menerima kebijakan yang sudah ditetapkan," ujar Andreas.
Baca juga : Anggota Komisi X DPR Nilai Pinjol Masuk Kampus Fenomena Tidak Baik
Andreas mengungkapkan bahwa kurangnya standardisasi nasional dalam penentuan UKT memungkinkan perguruan tinggi menginterpretasikan kebutuhan mereka sendiri, yang seringkali berujung pada peningkatan biaya yang signifikan.
"Ini perlu menjadi perhatian karena dengan biaya pendidikan yang sangat tinggi ini, akan merugikan mahasiswa, khususnya yang berasal dari keluarga kurang mampu,” ujarnya.
“Soal UKT ini juga perlu ada intervensi dari Kemendikbudristek untuk memperhatikan sehingga tidak perguruan tinggi itu tidak seenak-enaknya, sesukanya menaikkan biaya UKT itu sendiri,” sambung Andreas.
Baca juga : Perguruan Tinggi Jangan Hanya Andalkan UKT, Tingkatkan Lagi Kreativitas untuk Cari Dana
Dia menambahkan bahwa perlu ada mekanisme pengimbangan seperti pemberian beasiswa atau kompensasi lain untuk membantu mahasiswa yang tidak mampu membiayai pendidikan tinggi.
"Kemdikbud-Ristek (Dirjen Dikti) harus melakukan pengawasan dan memberikan pengarahan yang lebih ketat terhadap biaya pendidikan ini," ucapnya.
Komisi X DPR RI berencana untuk meminta klarifikasi dan penjelasan dari Kemdikbud-Ristek mengenai langkah-langkah yang akan diambil untuk mengendalikan dan memastikan kebijakan UKT yang adil dan terjangkau bagi semua calon mahasiswa.
Andreas menyerukan kepada semua pihak terkait untuk mengkaji ulang dan mengevaluasi kebijakan UKT ini. "Kami di Komisi X DPR RI akan terus mengawal isu ini dan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil dapat memenuhi keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. Diharapkan ke depannya ada mekanisme yang lebih baik dan transparan dalam penyesuaian UKT di perguruan tinggi negeri di Indonesia,” tuturnya.
Di lain pihak, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi mengungkapkan kecurigaan bahwa adanya pemotongan subsidi pemerintah kepada beberapa PTN bisa jadi penyebab terjadinya fenomena UKT mahal ini.
"Jangan-jangan pemerintah sudah tidak lagi menyubsidi beberapa perguruan tinggi negeri. Seberapa jauh ini kan akhirnya kaitannya kita juga perlu telusuri, komponen-komponen apa yang menyebabkan angka pembiayaan pendidikan menjadi tinggi," ujar Dede Yusuf.
Dede Yusuf juga menyebut konsep PTN-BH yang seharusnya membantu universitas mencari pendanaan di luar dari student body dan di luar subsidi pemerintah, PTN-BH ini belum berjalan dengan sempurna.
"Kalau hanya sekadar menaikkan jumlah mahasiswa dengan pembiayaan dari mahasiswa itu sendiri, namanya bukan intisari dari peningkatan perguruan tinggi berbadan hukum. Sudah aja menjadi swasta sekalian," kata Dede Yusuf.
Dede Yusuf menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengevaluasi pelaksanaan PTN-BH ini. "Kami sudah meminta agar PTN-BH ini dievaluasi untuk melihat apakah tercapai cita-citanya," pungkasnya. (Z-10)
CALON mahasiswa Universitas Indonesia (UI) sudah bisa mulai daftar ulang sejak Kamis (29/5).
UNIVERSITAS Hasanuddin (Unhas) menegaskan tidak akan ada kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Bahkan, Unhas berencana menghilangkan UKT bagi mahasiswa kelompok 1 dan 2.
Meski pemerintah berkomitmen tidak akan menaikkan UKT, Agus pun menilai pemangkasan bisa memaksa PTN untuk menaikkan uang kuliah tunggal (UKT).
Keputusan ini ambil karena pertimbangan beberapa hal. Antara lain mengingat kemampuan ekonomi masyarakat.
Brian Yuliarto mengimbau para rektor untuk berdialog langsung dengan mahasiswa, membuka ruang diskusi, dan menyampaikan dengan transparan bahwa tidak ada penaikan UKT.
Pakar ilmu politik, Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan agenda demonstrasi bertajuk ‘Indonesia Gelap’ tak mustahil akan terus bergulir hingga didengar oleh pemerintah.
STIH Adhyaksa telah menjalin kerja sama pula dengan Pemerintah Daerah Probolinggo dan dalam waktu akan menjalan kerja sama dengan Pemerintah Daerah Lahat.
Infrastruktur kampus harus mendukung proses belajar yang adaptif, berbasis teknologi, dan kolaboratif sehingga mampu mencetak lulusan yang siap bersaing secara global.
Menurutnya, pendekatan link and match amat penting agar mahasiswa dan alumni UBSI dapat terserap dengan baik di pasar kerja, terutama dalam skala internasional.
Ajang ilmiah internasional bergengsi ini menjadi puncak rangkaian WSEEC ke-5 yang mengusung format hybrid untuk menjangkau peserta global secara inklusif.
Di era disrupsi ini, kecerdasan buatan, otomasi, dan teknologi digital telah mengubah peta pekerjaan. Banyak profesi bergeser atau hilang.
Kampus mencari siswa yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter etis, mampu berkomunikasi dengan baik, dan tangguh dalam menghadapi perubahan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved