Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kebijakan PTN-BH Sebabkan Kampus Sewenang-wenang Tetapkan Uang Kuliah

Despian Nurhidayat
09/5/2024 15:45
Kebijakan PTN-BH Sebabkan Kampus Sewenang-wenang Tetapkan Uang Kuliah
Kemelut Uang Kuliah Tunggal (UKT)(MI/Agus Utantoro)

KEMELUT biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi kembali menyeruak. Baru-baru ini, Universitas Riau menjadi sorotan karena Rektor Universitas Riau, Sri Indarti melaporkan mahasiswanya yang memberikan kritik mengenai mahalnya UKT.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengaku prihatin dengan kondisi ini. Dia menegaskan perguruan tinggi tidak selayaknya berdagang mencari untung dengan mahasiswa untuk pembangunan kampus.

Hetifah menyadari kenaikan UKT yang tinggi ini karena adanya status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang memungkinkan perguruan tinggi memiliki kemandirian berupa otonomi baik di bidang akademik maupun non akademik. Perubahan status tersebut pun membuat PTN-BH memiliki kewenangan mutlak untuk menetukan arah kebijakan PTN tanpa intervensi dari luar.

Baca juga : UT Pertahankan Biaya Kuliah Terjangkau Selepas Jadi PTN-BH

Meskipun demikian, Hetifah menyayangkan, dengan adanya PTN-BH seharusnya PTN dapat meningkatkan reputasi maupun kualitas baik secara institusi maupun lulusan mahasiswa. PTN-BH diberikan keleluasaan untuk untuk mencari dana tambahan dari pihak swasta guna menjalankan aktivitas kampus atau Pembangunan infrastruktur lainnya. Namun, bukan berarti PTN ini bisa sewenang-wenang untuk menaikkan UKT mahasiswa.

“Kita tahu sendiri kondisi penghasilan rata-rata masyarakat Indonesia saat ini seperti apa, peningkatan UKT 3 hingga 5 kali lipat sungguh tidak logis dan tidak relevan,” ungkapnya, Kamis (9/5).

Lebih lanjut, Hetifah mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap otonomi PTN-BH terkait jenis-jenis pendapatan terutama dari bidang akademik/pendidikan. Hal itu agar ada standar minimum dan maksimum nominal UKT, sehingga tidak memberatkan mahasiswa.

Baca juga : Tolak Pinjol Jadi Opsi Bayar UKT, Komisi X DPR Usul Perbaharui Struktur Anggaran Pendidikan

Secara terpisah, Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud-Ristek) harus segera turun tangan untuk mengawasi dan mengarahkan kebijakan UKT yang dianggap kurang terkontrol.

Menurutnya, perguruan tinggi negeri yang berstatus sebagai PTN-BH dan PTN-BLU memang memiliki otoritas dalam menetapkan tarif, tetapi otoritas tersebut tidak boleh digunakan untuk semena-mena menaikkan biaya pendidikan.

"Kenaikan UKT ini menjadi masalah serius karena dilakukan tanpa transparansi dan memaksa calon mahasiswa menerima kebijakan yang sudah ditetapkan," ujar Andreas.

Baca juga : Anggota Komisi X DPR Nilai Pinjol Masuk Kampus Fenomena Tidak Baik

Andreas mengungkapkan bahwa kurangnya standardisasi nasional dalam penentuan UKT memungkinkan perguruan tinggi menginterpretasikan kebutuhan mereka sendiri, yang seringkali berujung pada peningkatan biaya yang signifikan.

"Ini perlu menjadi perhatian karena dengan biaya pendidikan yang sangat tinggi ini, akan merugikan mahasiswa, khususnya yang berasal dari keluarga kurang mampu,” ujarnya.

“Soal UKT ini juga perlu ada intervensi dari Kemendikbudristek untuk memperhatikan sehingga tidak perguruan tinggi itu tidak seenak-enaknya, sesukanya menaikkan biaya UKT itu sendiri,” sambung Andreas.

Baca juga : Perguruan Tinggi Jangan Hanya Andalkan UKT, Tingkatkan Lagi Kreativitas untuk Cari Dana

Dia menambahkan bahwa perlu ada mekanisme pengimbangan seperti pemberian beasiswa atau kompensasi lain untuk membantu mahasiswa yang tidak mampu membiayai pendidikan tinggi.

"Kemdikbud-Ristek (Dirjen Dikti) harus melakukan pengawasan dan memberikan pengarahan yang lebih ketat terhadap biaya pendidikan ini," ucapnya.

Komisi X DPR RI berencana untuk meminta klarifikasi dan penjelasan dari Kemdikbud-Ristek mengenai langkah-langkah yang akan diambil untuk mengendalikan dan memastikan kebijakan UKT yang adil dan terjangkau bagi semua calon mahasiswa.

Andreas menyerukan kepada semua pihak terkait untuk mengkaji ulang dan mengevaluasi kebijakan UKT ini. "Kami di Komisi X DPR RI akan terus mengawal isu ini dan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil dapat memenuhi keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. Diharapkan ke depannya ada mekanisme yang lebih baik dan transparan dalam penyesuaian UKT di perguruan tinggi negeri di Indonesia,” tuturnya.

Di lain pihak, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi mengungkapkan kecurigaan bahwa adanya pemotongan subsidi pemerintah kepada beberapa PTN bisa jadi penyebab terjadinya fenomena UKT mahal ini.

"Jangan-jangan pemerintah sudah tidak lagi menyubsidi beberapa perguruan tinggi negeri. Seberapa jauh ini kan akhirnya kaitannya kita juga perlu telusuri, komponen-komponen apa yang menyebabkan angka pembiayaan pendidikan menjadi tinggi," ujar Dede Yusuf.

Dede Yusuf juga menyebut konsep PTN-BH yang seharusnya membantu universitas mencari pendanaan di luar dari student body dan di luar subsidi pemerintah, PTN-BH ini belum berjalan dengan sempurna.

"Kalau hanya sekadar menaikkan jumlah mahasiswa dengan pembiayaan dari mahasiswa itu sendiri, namanya bukan intisari dari peningkatan perguruan tinggi berbadan hukum. Sudah aja menjadi swasta sekalian," kata Dede Yusuf.

Dede Yusuf menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengevaluasi pelaksanaan PTN-BH ini. "Kami sudah meminta agar PTN-BH ini dievaluasi untuk melihat apakah tercapai cita-citanya," pungkasnya. (Z-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya