Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PERSOALAN Uang Kuliah Tunggal (UKT) saat ini kembali memanas. Beberapa universitas menaikkan UKT bahkan sampai ada yang mencapai 100% kenaikannya. Hal ini lantas membuat berbagai pihak geram.
Pengamat Pendidikan sekaligus Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia Prof. Cecep Darmawan mengatakan bahwa hal ini merupakan sebuah keprihatinan. Pasalnya, seharusnya menurut dia UKT itu setiap tahun menurun dan kreativitas perguruan tinggi untuk mencari dana tambahan meningkat.
“Perguruan tinggi jangan andalkan UKT doang. Bisa kolaborasi riset, atau bisa ‘menjual’ hasil karya para dosen. Itu kan bentuk kreativitas. Kalau mengandalkan UKT doang itu seperti berburu di kebun binatang. Enggak perlu rektor, orang biasa juga bisa,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Kamis (2/5).
Baca juga : Penentuan UKT Harus Pertimbangkan Kemampuan Ekonomi Masyarakat
Dihubungi secara terpisah, Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbud-Ristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan bahwa seluruh UKT PTN, baik PTN BH maupun PTN satuan kerja dan BLU telah diatur dalam Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemdikbud-Ristek.
“Seluruh PTN telah menyesuaikan prosedur penetapan UKT maupun kelompok UKT dengan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024,” kata Tjitjik.
Selain itu, Kemendikbud-Ristek juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 54/P/2024 tentang Besaran Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi.
Baca juga : Tolak Pinjol Jadi Opsi Bayar UKT, Komisi X DPR Usul Perbaharui Struktur Anggaran Pendidikan
Menanggapi hal ini, Cecep menegaskan bahwa Kemendikbud-Ristek jangan hanya puas setelah menerbitkan aturan. Tindakan tegas juga perlu dilakukan bagi perguruan tinggi yang memberlakukan UKT yang terlalu mahal.
“Panggil dong rektor-rektor itu biar enggak sembarangan. Harus ada evaluasi buat mereka. Apalagi ekonomi belum stabil UKT jangan baik. Subsidi juga harus diperbanyak. PTN enggak boleh mungut tapi anggaran dari pusat enggak ada juga bagaimana,” tegas Cecep.
Prinsip keadilan menurutnya menjadi hal yang penting untuk aturan pemberlakuan UKT. Dalam hal ini, golongan masyarakat akan mendapatkan UKT yang berbeda sesuai kemampuannya.
Baca juga : Anggota Komisi X DPR Nilai Pinjol Masuk Kampus Fenomena Tidak Baik
“Jadi prinsipnya kalau menengah ke bawah UKT itu harus serendah mungkin, bahkan dibebaskan atau dapat beasiswa. Menengah ke atas baru disesuaikan dengan ketentuan,” ujarnya.
Menurut Cecep saat ini pemerintah harus melakukan kajian yang matang dan melibatkan secara langsung perguruan tinggi dalam hal UKT. Jika perguruan tinggi merasa kekurangan, seharusnya dapat melakukan diskusi terlebih dahulu dengan pemerintah, tidak semata-mata langsung menaikkan UKT secara sembarangan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbud Ristek, Abdul Haris menekankan bahwa penentuan besaran UKT harus dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orangtua, atau pihak lain yang membiayai.
Baca juga : Pegadaian-ISEI Gelar Kompetisi Kewirausahaan Bagi Para Mahasiswa
“Azas berkeadilan menjadi kunci, yaitu dengan menemukan titik ekuilibrium antara willingness to pay (kemauan untuk membayar) dan ability to pay (kemampuan untuk membayar). Untuk itu penetapan UKT mahasiswa harus bijaksana dan hati-hati,” imbuh Haris.
Haris menambahkan bahwa perguruan tinggi juga harus inklusif dan dapat diakses oleh mahasiswa dari berbagai latar belakang, mulai dari yang kurang mampu secara ekonomi sampai yang lebih dari berkecukupan.
Maka dari itu, perguruan tinggi dikatakan harus dapat mengakomodasi keragaman latar belakang ekonomi masyarakat dan sekali lagi memiliki azas keadilan.
“Oleh karena itu jangan menaikkan UKT, tetapi buka ruang atau tambah kelompok tarif UKT untuk mengakomodasi keragaman latar belakang ekonomi tersebut supaya membawa rasa keadilan,” tandas Haris. (Des/Z-7)
SEKITAR 100 akademisi berkumpul dalam satu inisiatif untuk menembus dominasi publikasi ilmiah internasional di Tangerang pada 21-22 Juni 2025.
Program Kosabangsa menjembatani hasil riset kampus dengan kebutuhan nyata masyarakat, sehingga kampus tidak lagi menjadi menara gading yang terputus dari realitas sosial.
Sebanyak 46 perawat muda Indonesia secara resmi dilepas menuju Wina, Austria, dalam program International Nurse Development Program Scholarship (INDPS) Cycle 2.
Perguruan tinggi di Indonesia didorong meningkatkan upayanya dalam internasionalisasi. Ini diwujudkan Fakultas Farmasi Universitas Pancasila dengan universitas dari Filipina.
Fasilitas yang diresmikan antara lain Lobby Karol Wojtyla, ATMACanteen dan Goa Maria Immaculata.
Semakin banyak mahasiswa internasional kini memilih Inggris atau Kanada sebagai tujuan kuliah.
CALON mahasiswa Universitas Indonesia (UI) sudah bisa mulai daftar ulang sejak Kamis (29/5).
UNIVERSITAS Hasanuddin (Unhas) menegaskan tidak akan ada kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Bahkan, Unhas berencana menghilangkan UKT bagi mahasiswa kelompok 1 dan 2.
Meski pemerintah berkomitmen tidak akan menaikkan UKT, Agus pun menilai pemangkasan bisa memaksa PTN untuk menaikkan uang kuliah tunggal (UKT).
Keputusan ini ambil karena pertimbangan beberapa hal. Antara lain mengingat kemampuan ekonomi masyarakat.
Brian Yuliarto mengimbau para rektor untuk berdialog langsung dengan mahasiswa, membuka ruang diskusi, dan menyampaikan dengan transparan bahwa tidak ada penaikan UKT.
Pakar ilmu politik, Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan agenda demonstrasi bertajuk ‘Indonesia Gelap’ tak mustahil akan terus bergulir hingga didengar oleh pemerintah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved