Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
HAKIM Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani yang berstatus sebagai mantan kader partai politik (parpol) menuai polemik di tengah masyarakat. Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai latar belakang Arsul Sani sebagai politisi sebetulnya tidak perlu dipermasalahkan karena publik mengawasi langsung kinerja para hakim.
“Semua mata masyarakat Indonesia untuk bisa memberikan kesempatan kepada hakim-hakim MK termasuk Pak Arsul Sani untuk memutus perkara dengan sebaik-baiknya, dengan sejujur-jujurnya, seadil-adilnya, dengan objektif dan independen, apa pun latar belakangnya,” ujar Ujang saat dihubungi di Jakarta, Jumat (22/3).
Ujang menilai larangan Arsul Sani mengadili perkara pemilu di MK dinilai berlebihan. Karena bagaimanapun yang bersangkutan sudah dilantik dan sudah tercatat sebagai Hakim Konstitusi.
Baca juga : Hakim MK Arsul Sani Diyakini Netral Adili Sidang Perkara Pemilu
“Artinya punya hak, punya kewenangan, punya tanggung jawab untuk bisa memimpin jalannya persidangan karena punya hak yang sama dengan anggota anggota yang lain,” ujarnya.
Terkait kritikan agar tidak ada conflict of interest karena latar belakangnya sebagai politisi. Ujang menuturkan Arsul Sani bukanlah satu satunya hakim MKi. Banyak hakim yang turut serta bersidang dengan Pak Arsul Sani.
“Artinya conflict of interest itu tidak akan terjadi, karena Pak Arsul Sani tidak sendirian, dia didampingi oleh hakim-hakim yang lain, bahkan hakim-hakim yang lain lebih mayoritas, lebih banyak,” ungkapnya.
Baca juga : 2 PHPU Didaftarkan ke MK Pascapengumuman Hasil Pemilu
Ujang mendorong agar tidak ada giringan opini yang menyebut bahwa MK seolah selalu berpolitik. Marwah MK sebagai lembaga penjaga konstitusi perlu dijaga agar tetap terhormat.
“Sebagai institusi yang bermartabat, yang harus kita jaga kehormatannya dan martabatnya tersebut, dalam konteks untuk bisa menyelesaikan persoalan sengketa pemilu secara objektif dan independen,” jelasnya.
Ujang melanjutkan, publik perlu memberi kepercayaan yang penuh kepada hakim-hakim MK agar berjiwa negarawan dan akan memutuskan persoalan sengketa pemilu dengan adil dan sebaik mungkin. Mengingat MK sebelumnya juga pernah diisi oleh hakim dengan latar belakang politisi.
“Mahkamah Konstitusi pernah dipimpin oleh seorang Hamdan Zoelva yang notabene mantan kader salah satu partai politik, dan pernah memimpin sengketa pemilu dan semua putusannya objektif dan independen. Dan ini sebagai catatan sejarah,” ujarnya. (Z-8)
PMK Nomor 14 Tahun 2024 yang mengatur bahwa MK memiliki waktu 45 hari kerja untuk mengadili perkara sengketa Pilkada 2024.
Hasil-KWK-Gubernur di sejumlah TPS, dengan rincian, penggunaan tipeks untuk menghapus perolehan suara paslon 01 dan paslon 03 sehingga menjadi 0.
Keterlibatan Arsul memunculkan kekhawatiran integritas dan independensi lembaga peradilan MK yang dalam beberapa waktu terakhir ini mendapat sorotan.
Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Arsul Sani menjadi sorotan di sidang pendahuluan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2024 yang dimulai hari ini, Senin (29/4).
Hakim Konstitusi Arsul Sani menjadi sorotan karena akan tetap menangani perkara untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Panel 2 bersama Saldi Isra sebagai Ketua Panel dan Ridwan Mansur.
Hakim Konstitusi Arsul Sani ikut menyidangkan perkara PHPU Pileg 2024 dengan pemohon PPP.
Keputusan MK terkait PHPU kepala daerah pasca-PSU semestinya bisa memberikan kepastian hukum dan terwujudnya ketertiban di daerah.
Dijelaskan pula, persidangan pemeriksaan perkara akan tetap menggunakan mekanisme sidang panel.
Dalam menyikapi pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) yang menjadi salah satu bagian dari hasil putusan MK perlu disikapi dan dilaksanakan dengan baik.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang Pengucapan Putusan terhadap 40 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU-Kada).
Dari total 314 permohonan terdapat 309 yang resmi teregistrasi sebagai perkara.
Pelantikan perlu digelar setelah semua tahapan selesai, termasuk proses PHPU itu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved