Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KEKISRUHAN pada Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu penghitungan suara Pemilu 2024 menunjukkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak belajar dari pengalaman sebelumnya. Pada Pemilu 2019, Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang digunakan KPU juga menimbulkan sejumlah masalah.
Peneliti senior bidang politik pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) R Siti Zuhro mengatakan, di tengah kemajuan digitalisasi seperti saat ini, kesalahan-kesalahan pada Sirekap seharusnya tidak terjadi. Ia menjelaskan, Situng untuk Pemilu 2019 sampai harus berhenti di tengah jalan karena mengalami kendala.
"Enggak jelas finalnya kayak apa. Pengalaman Situng cukuplah. Jangan diulangi lagi periode sekarang. Itu ironi di tengah kita memasuki era new normal, digital, kita masih backward," ujarnya kepada Media Indonesia, Sabtu (17/8).
Baca juga : Cara Pantau Pergerakan Hasil Pemilu 2024 di Website KPU
Bagi Siti, KPU dengan segala otoritasnya perlu merangkul ahli siber Tanah Air untuk membenahi Sirekap. Apalagi, ia menilai Indonesia tidak kekurangan pakar di bidang teknologi informasi.
Evaluasi Pemilu 2019 yang dilakukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat banyak banyak petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang tidak mendapatkan bimbingan teknis secara optimal dalam penggunaan Situng untuk mendokumentasikan formulir hasil penghitungan suara ke Situng KPU. Hal itu menyebabkan lambatnya publikasi informasi hasil penghitungan suara yang amat ditunggu publik. Malahan, hasil rekapitulasi penghitungan secara manual lebih dulu selesai ketimbang Situng.
Menurut Siti, pengelolaan Sirekap yang digunakan untuk Pemilu 2024 harus dilakukan secara profesional guna menghindari ketidakpercayaan publik. Sebab, perbedaan hasil penghitungan suara antara formulir C.HASIL plano di TPS dan Sirekap akan membuat kegegeran tersendiri di masyarakat.
Baca juga : Video Viral, Ketua KPPS Respons terkait Sirekap KPU Bermasalah
"Sirekap ini akan jadi pintu masuk apakah pemilu kita bisa dipercaya dan berkualitas, atau sebaliknya? Namanya juga pintu masuk, harus betul-betul diberikan pembenahan dan pengelolaan yang sangat akurat," tandas Siti.
Senada, pengajar pada Departemen Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Reni Suwarso juga menilai ketidakprofesionalan KPU mengelola data penghitungan suara menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan publik. Ia mengatakan ada potensi bagi publik untuk tidak menghormati dan tidak percaya dengan hasil penghitungan suara versi KPU.
"Dengan rendahnya legitimasi dan rendahnya tingkat kepercayaan, pemerintah yang akan dibentuk oleh presiden dan wakil presiden terpilih dari KPU yang tidak profesional akan menjadi rendah legitimasi dan tingkat kepercayaannya," terang Reni.
Baca juga : Usai Antar Surat Suara, Petugas Linmas di Sleman Meninggal Dunia
Anggota KPU Idham mengatakan, pihaknya bakal mengikuti jadwal yang telah ditetapkan dalam melakukan proses rekapitulasi suara Pemilu 2024. Menurutnya, proses rekapitulasi itu dilakukan secara berjenjang mulai dari panitia pemilihan kecamatan (PPK), KPU kabupaten/kota, KPU provinsi, sampai KPU.
"Dalam pelaksanaan rekapitulasi tersebut, PPK secara satu per satu membacakan dokumen formulir model C.HASIL yang diambil dari kotak suara tersegel sampai seluruh TPS dalam wilayah kerja semua selesai dibacakan dan diinput dalam formulir model D.HASIL beserta lampirannya," papar Idham.
Ia menegaskan, proses rekapitulasi itu disaksikan oleh saksi serta diawasi oleh panitia pengawas kecamatan. Selain itu, pemantau yang terdaftar juga berwenang untuk memantau kegiatan itu. "Juga disiarkan secara langsung melalui media internet live streaming agar masyarakat dapat mengikuti proses rekapitulasi tersebut," tandasnya.
Baca juga : Petugas TPS 106 Cengkareng Jakarta Barat Videokan Keanehan Sirekap
Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu mengamanatkan KPU untuk menetapkan hasil pemilu secara nasional paling lambat 35 hari setelah pemungutan suara. Artinya, proses rekpitulasi suara Pemilu 2024 yang dimulai pada Kamis (15/2) dapat berakhir paling lambat 20 Maret 2024. (Z-2)
Indonesia telah memiliki pemimpin nasional dari berbagai latar belakang, mulai dari militer (TNI) hingga sipil, tetapi belum ada yang berasal dari korps kepolisian.
Core memprediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2025 akan lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2024.
Pemilu serentak nasional terdiri atas pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI.
WAKIL Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyoroti kompleksitas Pemilu serentak atau yang berlangsung bersamaan, terutama dalam konteks pemilihan legislatif dan presiden
Usulan tersebut berkaca pada pelaksanaan Pilpres, Pileg, dan Pilkada serentak pada 2024 yang membuat penyelenggara Pemilu memiliki beban yang berat.
DIREKTUR Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno menilai Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membutuhkan Partai Golkar sebagai kendaraan berkiprah di dunia politik.
Namun, rekapitulasi suara di Sirekap KPU Kabupaten Tasikmalaya tinggal beberapa TPS hasil hampir 100 persen terpublish.
Hal itu menjadi indikasi bahwa proses rekapitulasi penghitungan suara belum rampung.
EMPAT dari 37 Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 2024 sampai sejauh ini belum memublikasikan hasil pemilihan gubernur-wakil gubernur
Sistem Informasi Rekapitulasi Pilkada (SIREKAP) serta rekap manual juga menjadi sorotan legislator.
Sirekap KPU (Sistem Informasi Rekapitulasi) adalah platform digital yang digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk merekapitulasi hasil pemilu secara elektronik.
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai Sirekap Mobile merupakan bagian dari ikhtihar
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved