Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
MANAJER Riset dan Program The Indonesian Institute (TII), Arfianto Purbolaksono mengatakan, usulan fatwa MA untuk memperbolehkan memilih di non domisili kurang efektif secara waktu dan teknis.
“Kendala waktu,dan belum sosialisasi, itu akan memunculkan kerumitan juga karena di tingkat TPS- KPPS sudah ikuti bimtek, pasti akan berpegangan pada panduan yang ada. Ketika ada fatwa ini adakah info itu bisa diterima dan dipahami petugas KPPS, saya rasa tidak memungkinkan dengan waktu yang pendek ini,” jelas Arfianto hari ini (13/02).
Menurut dia, aturan bagi pemilih yang ingin menggunakan hak pilihnya di non domisili sudah cukup diakomodir sesuai aturan PKPU tentang Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Baca juga : Siap-Siap, Dalam Waktu Dekat Warga Dapat Undangan Memilih dari KPU
“Sebenarnya apa yang sudah ada disampaikan di aturan PKPU sudah ada kelonggaran jauh hari, misalnya sampai H-7 bisa diurus dengan ketentuan yang ada. Kalau memang pemilih itu ingin memberikan haknya sebagai warga negara untuk ikut memilih,” Sebut Arfianto.
Namun dia juga menyoroti, apakah pada prosesnya informasi ini disampaikan ke publik dengan baik atau belum. Jika belum, maka merugikan pemilih suara.
Kemudian, jika tidak diawasi bersama, suara-suara yang tidak digunakan, berpeluang untuk disalahgunakan. Untuk itu TII mendorong optimalisasi Sirekap dan juga pengawasan dari masyarakat.
Baca juga : Otorita IKN Dukung Penyelenggaraan Pemilu di Wilayah IKN NUsantara
“KPU mengoptimalkan Sirekap, sistem rekapitulasi yang itu hasil dari TPS, bukan hanya memunculkan hasil perhitungan suara, tetapi menampilkan seluas-luasnya di media, menampilkan juga surat suara yang tidak digunakan baik itu yang sifatnya surat suara rusak, tidak sah, bisa disampaikan pada publik dengan terang benderang,” Jelas dia.
Lalu masyarakat ikut mengawasi jalannya penghitungan suara, termasuk mengetahui surat yang tidak sah tadi.
Baca juga : Lima Doa sebelum Mencoblos Surat Suara di TPS
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati. Ia menilai pemilih patutnya memahami tata cara ketika akan menggunakan hak pilihnya, serta waspada terkait informasi yang beredar.
"Iya lebih waspada terhadap informasi yang belum tentu kebenarannya," terangnya .
Hal itu menyikapi informasi yang mengungkapkan pemilih boleh memilih di luar domisili dengan modal KTP atau paspor. Informasi itu juga sempat muncul pada Pemilu 2019.
Baca juga : Unik, Sejumlah TPS di Kupang Dibangun dengan Konsep Valentine
"Nah informasi ini juga sempat terjadi di Pemilu 2019 lalu," sambungnya.
Ia pun meminta semua pihak untuk patuh terhadap regulasi dan tata cara pemungutan suara. Neni juga menyayangkan adanya misinformasi yang beredar di masyarakat.
"Sangat menyayangkan sekali ya," sebutnya.
Baca juga : BNPB Ungkap TPS di 7 Provinsi Ini Punya Riwayat Rawan Bencana, Dimana Saja?
Menurutnya, pemilih yang tidak tercatat di daftar pemilih tetap (DPT) dan daftar pemilih tambahan (DPTb) hanya bisa memungkinkan pemilih tersebut menjadi daftar pemilih khusus (DPK).
"Kita ketahui bahwa pemilih DPK itu hanya bisa memilih di TPS berdasarkan KTP domisili. Jadi tidak bisa mencoblos di TPS sembarangan," tegasnya.
Menurutnya, aturan tersebut patut dilaksanakan bersama untuk mencegah pelanggaran seperti pemilu yang lalu ketika banyak TPS harus melakukan pemungutan suara ulang (PSU) akibat ada pemilih yang mencoblos bukan di domisilinya.
Baca juga : Partisipasi dalam Pemilu Kesempatan Tentukan Arah Kebijakan Negara
"Harusnya membaca data pelanggaran di Pemilu 2019, mengapa banyak TPS yang terjadi PSU? karena memang ada pemilih yang mencoblos di TPS sembarangan bukan domisili," pungkasnya. (RO/Z-7)
Kenaikan suara NasDem bersamaan dengan penggunaan sistem proporsional terbuka yang menguntungkan partai tersebut.
NasDem perlu memperluas basis dukungan di Jawa, menyasar pemilih kelas menengah bawah, dan menjangkau generasi muda.
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan agar pemilihan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat atau presiden, sementara kepala daerah bupati atau walikota dipilih melalui DPRD.
Titi menekankan DPR harus segera membahas RUU Pemilu sebab putusan MK tidak bisa menjadi obat bagi semua persoalan pemilu saat ini.
Taiwan menggelar pemilu recall untuk menentukan kendali parlemen.
Tim Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta melakukan pemungutan suara ulang di TPS yang partisipasi pemilihnya rendah.
Angka partisipasi kali ini sedikit lebih tinggi dibandingkan Pilkada 2017 yang hanya mencatatkan 63,9%.
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 esok hari Rabu 27 Novembe 2024, penting bagi pemilih untuk memastikan apakah namanya sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Besok saatnya menentukan pilihan kepala daerahmu. Yuk pastikan namamu ada di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ini caranya.
Warga yang namanya tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT) maupun DPT tambahan (DPT-b) tetap bisa menyalurkan hak politiknya di Pilkada 27 November.
Jumlah tersebut berdasarkan penatapan DPT yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan, di Makassar yang berlangsung sejak Minggu (22/9).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved