Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Cawe-Cawe Jokowi Kejauhan, Kekuasaan Lembaga Kepresidenan Harus Diatur

Tri Subarkah
26/1/2024 20:48
Cawe-Cawe Jokowi Kejauhan, Kekuasaan Lembaga Kepresidenan Harus Diatur
CEO Polmark Consulting Indonesia Eep Saefullah fattah(MI/M Irfan)

PENDIRI sekaligus CEO Political Marketing (Polmark) Consulting Indonesia Eep Saefulloh Fatah berpendapat Pemilu 2024 merupakan pemilu secara langsung pertama di Indonesia sejak 2004 yang memperlihatkan keterlibatan presiden paling jauh. 

Atas dasar itu, ia menilai Indonesia membutuhkan undang-undang yang mengatur khusus tentang lembaga kepresidenan.

"Yang membatasi kekuasan presiden pada masa-masa krusial. Masa-masa krusial itu adalah ujung dari masa pemerintahan presiden," kata Eep dalam acara Ngobrolin People Power 14 Februari 2024 Bersama Masyarakat Jurdil di TPS di Jakarta, Jumat (26/1).

Baca juga ; Jokowi Dianggap tak Paham Pasal Mengenai Presiden Boleh Berkampanye

Bagi Eep, pembatasan kekuasaan bagi kelembagaan presiden di Tanah Air itu diperlukan. Sebab, presiden yang sedang berkuasa dalam periode pertama dapat mengunakan kekuasaannya untuk memenangkan kontestasi pemilu guna menjabat ke periode kedua. Kekuasaan yang digunakan agar presiden menang kedua kalinya itu dapat berupa penabrakan berbagai aturan.

"Dan ternyata, bahkan presiden yang sudah tidak bisa dipilih lagi, bisa menabrak banyak sekali aturan dan kemudian membahayakan kesehatan pemilu dan demokrasi. Maka harus ada pembatasan kekuasan presiden," jelas Eep.

Baca juga : Jokowi Sulit Netral, Gejolak Publik Bisa Terjadi

Menurut Eep, Presiden Jokowi terlihat ingin memenangi kontestasi Pemilu 2024 lewat anaknya yang maju sebagai calon wakil presiden, yakni Gibran Rakabuming Raka, tapi tidak mau menggunakan cara demokrastis.

Keterlibatan Jokowi yang seharusnya tidak dapat lagi maju sebagai capres untuk tiga periode menunjukkan ada yang salah dengan sistem institusi politik di Indonesia. Sebab, hal itu bertentangan dengan konsep negara yang demokrasinya sudah mapan.

"Di tempat kita, orang bisa jadi rejectionist. Kaum penolak demokrasi bisa menggunakan cara tidak demokratis untuk ikut serta dalam kontestasi demokratis," tandasnya. (Z-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya