Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PROSES fit and proper test dalam seleksi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dikritik. Pasalnya, proses tersebut meloloskan anggota DPR Arsul Sani sebagai kandidat Hakim Konstitusi.
"Fit and proper test di kalangan temannya sendiri kan ya udah menang semua," kata pakar hukum tata negara Refly Harun dalam keterangan yang dikutip Sabtu (9/12).
Arsul menjadi hakim MK dari usulan DPR yang diputuskan dalam rapat paripurna pada Selasa (3/12). Refly menyoroti legislatif yang membuka pintu lebar-lebar bagi koleganya untuk menjadi komponen yudikatif.
Baca juga: Komisi III DPR Gelar Fit and Proper Test Calon Hakim Konstitusi, Ada Arsul Sani
"Itulah juga anggota DPR itu, aneh bin ajaib," kata Refly.
Di sisi lain, dia melihat pihak yang diloloskan menjadi Hakim Konstitusi juga memiliki kantor firma hukum. Menurut Refly, hal tersebut menimbulkan potensi konflik kepentingan jika pihak tersebut menjabat menjadi hakim di MK.
Baca juga: Ini Tiga Calon Hakim Agung yang Lolos Fit and Proper Test di DPR
"Yang namanya anggota DPR itu dilarang merangkap sebagai advokat," ujar Refly.
Menurut Refly, pihak yang menjabat sebagai hakim di MK mestinya mengedepankan etika. Misalnya, dengan menanggalkan posisi lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, sehingga tugas di MK tak terganggu.
"Etika kelas tingginya harus dimiliki oleh seorang Hakim Konstitusi. Misalnya dia berhenti semua dari kegiatan law firm, bahkan saham tidak boleh," kata dia. (Z-10)
PSU Pilkada 2024 di sejumlah daerah berpotensi terjadi lagi. Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menerima sejumlah permohonan sengketa hasil PSU Pilkada 2024 jilid I
Ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU MK tersebut tidak menentukan secara jelas mengenai jumlah komposisi hakim konstitusi perempuan dan laki-laki.
EMPAT mahasiswi FH UII menggugat Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang pengangkatan/pengisian hakim konstitusi karena tidak mengatur kuota perempuan.
Usai sidang dismissal perkara Perselisihan Hasil Pilkada (PHP-kada), MK akan menggelar sidang pemeriksaan lanjutan terhadap tahap pembuktian perkara. Rencana putusan selesai 24 Februari
MKMK akan segera menindak lanjuti laporan atas dugaan pelanggaran etik sembilan hakim konstitusi dalam proses persidangan sengketa pilkada
Adetia Sulius Putra meminta kepada MK untuk memaknai dirinya sendiri sebagai pihak yang tidak memiliki kewenangan dalam memutuskan perkara
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi No. 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Dengan penjelasan dari MK tersebut, menurut dia, DPR dan Pemerintah tidak akan salah dan keliru ketika merumuskan undang-undang tentang kepemiluan.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) belum kunjung memutuskan perkara uji formil UU No 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE (UU KSDAHE).
GURU Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Umbu Rauta menanggapi berbagai tanggapan terhadap putusan MK tentang pemisahan Pemilu.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
Memperpanjang masa jabatan kepala daerah adalah langkah paling realistis agar transisi ke sistem pemilu terpisah berjalan tanpa gejolak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved