Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PARTAI NasDem tidak ingin mencampuri perseteruan PDIP dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Wakil Ketua Umum NasDem Ahmad Ali menjelaskan pihaknya tidak pernah melakukan komunikasi politik dengan pihak di luar Koalisi Perubahan untuk Perbaikan (KPP) pendukung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (AMIN).
“Intinya kami tidak pernah melakukan komunikasi politik dari institusi pasangan manapun,” ujar Ali saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (18/11).
Ali menegaskan pihaknya menolak upaya Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto untuk bersama-sama memusuhi Presiden Jokowi yang saat ini sudah berseberangan dengan PDIP. NasDem tidak ingin pihaknya dimanfaatkan untuk melawan tekanan penguasa yang saat ini tengah dirasakan oleh PDIP.
Baca juga : Nasdem Optimis AMIN Mampu Menang Pilpres Satu atau Dua Putaran
“Jangan ajak-ajak kita pas Jokowi tidak bersama kalian. Terus kalian (PDIP) merasa ditindas lalu mengajak kita musuhi Pak Jokowi. Ya jangan lah kita tidak ada masalah apa-apa kok,” lanjut Ali.
Baca juga : Suara Ganjar Ditentukan Oleh Pemilih Loyal PDIP
Ali mengaku heran, mengapa PDIP merasa ditindas oleh penguasa. Dirinya mempertanyakan siapa sosok penguasa yang menindas PDIP. Padahal saat ini PDIP masih merupakan bagian dari penguasa hasil Pemilu 2019.
"Memang PDIP bukan penguasa, penguasa ini konteksnya siapa? Salah alamat," ujarnya.
Kalaupun konteks penguasa yang dimaksud Hasto adalah Jokowi, Ahmad Ali menegaskan bahwa sampai hari ini NasDem tetap menjadi partai pendukung pemerintah hingga akhir masa jabatan.
"Jangan ajak-ajak kita bos! NasDem sampai hari ini masih mendukung Pak Jokowi sebagai presiden hingga akhir masa jabatan," tegas dia.
Ahmad Ali bahkan mengingatkan Hasto, layaknya termakan omongan sendiri lantaran dulu pernah menyebut Anies sebagai pemimpin yang ditolak alam saat terpilih jadi Gubernur DKI pada Pilkada 2018 silam.
“Dulu ketika Anies diumumkan oleh NasDem, saya ingat betul Mas Hasto bilang alam pun menolak, karena waktu itu turun hujan saat panas terik,” ungkapnya.
Ali justru merasa selama perjalanan mengkampanyekan Anies Baswedan, pihaknya selalu mendapatkan tekanan dari kepala daerah dari PDIP. Tidak sedikit acara yang rencananya akan dihadiri oleh Anies batal terlaksana karena tekanan dari para kepala daerah.
“Justru kami dapat tekanan dari kepala daerah yang dari partai mereka (PDIP). Tidak sedikit kemudian acara kemudian batal karena itu,” ungkapnya.
Ali menegaskan selama ini AMIN tidak pernah mendapatkan tekanan dari pemerintah pusat, Sehingga dirinya menolak berkonflik dengan Jokowi dalam Pilpres 2024.
“Selama ini Nasdem, Amin tidak pernah mendapat tekanan, jadi libatkan kami dengan persoalan kalian. Bukan pemerintah, tapi dari kepala daerah dari partai tertentu yang tidak memberikan tempat kepada kami,” ujarnya. (Z-8)
Kenapa mereka berani mengusutnya? Apakah memang penegak hukum sudah kembali ke jalur yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Atas tujuan apa sebenarnya Mendagri memutuskan Sumut menjadi pemilik baru empat pulau itu? Adakah agenda tersembunyi baik ekonomi atau politik?
Apakah itu juga pertanda inilah akhir episode 'petualangan' politik Jokowi pascalengser dari kursi kekuasaan yang sebelumnya sarat dengan cawe-cawe?
Apa sebenarnya motif Ade Armando menyatakan Gibran adalah wapres terbaik yang dimiliki Indonesia? Tes ombakkah? Atau, jangan-jangan ada tujuan politik tertentu.
Mampukah dia membesarkan PSI yang katanya partai anak muda itu? Atau sebaliknya, setelah tak lagi berkuasa, pengaruhnya bakal meredup untuk membesarkan PSI?
Ada spekulasi bahwa Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan. Benarkah?
Akankah ancaman terkini senasib dengan ancaman-ancaman sebelumnya? Bukan janji tapi sekadar basa-basi? Jika benar dia akan merombak kabinet, siapa saja yang bakal diganti?
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
Kenapa Mega melakukan blunder seperti itu? Akankah langkahnya justru akan menjadi bumerang?
Betulkah usaha mengawut-awut PDIP makin gencar dilakukan seiring dengan langkah maju KPK menangani kasus Hasto? Siapa yang melakukannya?
Siapa sebenarnya yang menelikung Anies? Seperti apa takdir politik Anies selanjutnya?
Rekomendasi Bakal Calon Kepala Daerah PDIP
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved