Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
HAKIM Konstitusi Anwar Usman menegaskan dirinya tidak ada niat politis dalam memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan soal syarat calon presiden dan calon wakil presiden itu digadang-gadang untuk memuluskan keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres Prabowo Subianto.
"Saya tidak akan mengorbankan diri saya, martabat saya, dan kehormatan saya di ujung masa pengabdian saya sebagai hakim demi meloloskan pasangan calon tertentu," kata Anwar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11)
Anwar mengatakan isu putusan itu untuk meloloskan Gibran merupakan fitnah. Tudingan itu dinilai sama sekali tidak berdasarkan hukum dan fakta.
Baca juga: Dicopot dari Ketua MK, Anwar Usman Merasa Dizalimi
"Lagi pula pengujian undang-undang hanya menyangkut norma, bukan kasus konkret. Pengambilan putusan bersifat kolektif kolegial oleh sembilan hakim MK, bukan seorang ketua semata," ujar dia.
Selain itu, Anwar menyinggung iklim demokrasi Indonesia saat ini. Publik disebut menjadi penentu pemimpin bangsa.
Baca juga: Anwar Usman Nilai Sidang Etik MKMK Menyalahi Aturan
"Rakyatlah yang akan menentukan siapa calon pemimpin yang akan dipilih sebagai presiden dan wakil presiden," papar dia.
Anwar mengaku dirinya menyadari sepenuh hati ada nuansa politik yang kuat sebelum memutus perkara syarat capres dan cawapres. Dia mengeklaim tetap menunaikan tugasnya karena taat hukum.
"Sebagai hakim konstitusi yang berasal dari hakim karier, saya tetap patuh terhadap asas-asas dan ketentuan hukum yang berlaku," tutur dia.
Anwar menegaskan dirinya tidak takut dengan tekanan dalam bentuk apapun dan oleh siapapun. Menurut dia, segala perbuatannya bisa dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
(Z-10)
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
LOKATARU Foundation melaporkan sembilan Hakim Konstitusi ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas dugaan pelanggaran kode etik terkait dalam sengketa Pilkada 2024
Perpanjangan masa tugas Palguna, Ridwan Mansyur, dan Yuliandri berdasarkan Keputusan Ketua MK Nomor 6 Tahun 2024. Ketiganya mengucap sumpah di hadapan Ketua MK Suhartoyo
DIREKTUR Eksekutif RISE Institute Anang Zubaidy menilai pembentukan Majelis Kehormatan MK (MKMK) secara permanen sebagai upaya untuk mengembalikan muruah MK
INDOPOL Survey dan FH Universitas Brawijaya Malang merilis survei tingginya persentase publik yang tidak setuju dengan putusan MK yang mencapai 51,45%.
KETUA Bidang Hubungan Legislatif DPP Partai NasDem, Atang Irawan merespons keberatan Anwar Usman atas keputusan MKMK. NasDem memiliki catatan khusus terkait sikap Anwar Usman
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah mengatakan pernyataan Jokowi tersebut hanya sekedar untuk menutupi pelanggaran konstitusi yang dilakukan di MK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved