Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) semakin tidak memiliki kejelasan. Tidak ada tanda-tanda rancangan aturan itu untuk segera disahkan. Dalam beberapa rapat paripurna DPR RI terakhir, RUU PPRT sama sekali tidak pernah disinggung dan semakin terpinggirkan.
Anggota Badan Legislasi DPR RI Luluk Nur Hamidah menyeselakan sikap pimpinan DPR RI yang belum juga menyebutkan RUU PPRT untuk dimasukkan ke dalam rapat paripurna. Dia merasa para pimpinan seperti belum melihat perihal pekerja rumah tangga sebagai urgensi.
“Mungkin pimpinan DPR belum melihat urgensi RUU ini segera bisa dibahas dan disahkan. Saya sangat menyesalkan karena ini menyangkut rekognisi atas kerja PRT dan oleh karenanya harus ada perlindungan secara hukum dan pemenuhan hak yang memang seharusnya didapatkan oleh para PRT,” ujar Luluk kepada Media Indonesia, Kamis (12/7).
Baca juga: DPR Bantah Dahulukan RUU yang Menguntungkan
Ia menyatakan saat ini pihaknya hanya bisa menunggu keputusan dari pimpinan DPR RI untuk membahas RUU PPRT. Terlebih, pemerintah juga sudah lama mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU PPRT.
“Iya tinggal menunggu good will (niat baik) dari pimpinan DPR RI,” tuturnya.
Baca juga: RUU PPRT, Pimpinan DPR Harus Segera Respons Tudingan Publik
Secara terpisah, Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis menyatakan terkatung-katungnya nasib RUU PPRT kemungkinan terjadi karena adanya anggapan bahwa aturan tersebut tidak relevan di tengah keberadaan UU Cipta Kerja.
“RUU PPRT dianggap menjadi tidak relevan lagi dengan adanya UU 11/2020 tetang Cipta Kerja. Pasalnya, dalam UU Cipta Kerja, perlindungan kepada golongan pekerja memang tidak menjadi prioritas dibandingkan kemudahan bagi investor,” kata Rissalwan.
Menurutnya, ada juga anggapan bahwa posisi PRT yang bekerja secara informal sebaiknya diatur dalam perubahan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Itu dianggap lbioh baik ketimbang membuat UU sendiri.
“Jadi memang ada anggapan sebaiknya tidak memperbanyak UU, melainkan mengatur ketentuan baru dalam UU yang sudah ada. Hal ini dilakukah agar tidak ada komplikasi hukum dalam praktiknya di lapangan,” tandasnya. (Z-11)
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tetap menjadi prioritas Fraksi Partai NasDem di Badan Legislasi.
NasDem bukan hanya mengawal tetapi sebagi pengusul RUU PPRT akan bertanggungjawab atas bagaimana RUU tersebut sampai disahkan.
PEMERINTAH disebut harus berpikir progresif untuk membuat berbagai kebijakan yang juga progresif, seperti di antaranya RUU PPRT.
Akses Pekerja rumah tangga (PRT) terhadap jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan dinilai masih terbatas
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat geram dengan DPR RI yang tidak kunjung mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) setelah 20 tahun berlalu.
KETIDAKJELASAN pembahasan lanjutan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) mendapat perhatian dari para tokoh agama.
RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) penting disahkan DPR. Terlebih banyak pekerja yang menghadapi tantangan.
WAKIL Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan peringatan Hari Buruh harus mampu mengakselerasi upaya pemenuhan perlindungan menyeluruh bagi pekerja rumah tangga melalui UU PPRT
KOALISI Sipil kembali menggelar aksi harian Jumat, (13/9) di depan Gedung DPR, MPR menuntut segera disahkan RUU PPRT.
RUU PPRT itu sudah hampir 20 tahun belum kunjung disahkan. Pengesahan RUU tersebut menunggu keputusan pimpinan DPR untuk dibahas pada tingkat lanjut.
Lambatnya pengesahan RUU PPRT cerminkan ketidakpedulian DPR pada pekerja rumah tangga.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved