Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Butuh Pemikiran Progresif untuk Sahkan RUU PPRT

Sri Utami
11/9/2024 17:33
Butuh Pemikiran Progresif untuk Sahkan RUU PPRT
DIREKTUR Utama Institut Sarinah, Eva Kusuma Sundari(Dok. Antara)

DIREKTUR Utama Institut Sarinah, Eva Kusuma Sundari, menekankan pemerintah seharusnya memiliki pemikiran progresif tentang keadilan sosial, lingkungan, imigrasi dan kemiskinan bagi keberlanjutan Indonesia. Ia menekankan pentingnya hal tersebut untuk membuat berbagai kebijakan yang juga progresif, seperti di antaranya Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

"Menghormatinya berarti mengadopsi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pembuatan kebijakan publik. Pemimpin Indonesia yang bertanggung jawab harus mempertimbangkan apakah keputusan mereka mencerminkan nilai-nilai ini, bahkan jika mereka tidak setuju secara politik," ujarnya, Rabu (12/9).

Pengesahan RUU PPRT sangat penting sebagai bagian dari anjuran membangun sistem ekonomi yang pro kemanusiaan dan keadilan. Dialog cara paling tepat dalam mencari solusi kompromi yang melindungi hak-hak semua pihak. Misalnya, jika ada kekhawatiran tentang aspek-aspek spesifik dari RUU PPRT, pemimpin dapat bekerja sama dalam musyawarah sesuai proses legislasi.

Baca juga : Nasib RUU PPRT Kembali tidak Jelas

"Alat kelengkapan DPR berupa panja atau pansus harus dibentuk sehingga upaya mewujudkan keadilan sosial dapat terus berjalan sambil mempertimbangkan berbagai kepentingan elit. Upaya untuk melindungi PRT tidak boleh dihentikan sepihak oleh pimpinan apalagi mereka sudah berjuang selama 20 tahun," paparnya.

Sementara itu, aktivis Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraini, sangat kecewa dengan DPR yang menurutnya telah mempermainkan RUU PPRT dengan mengembalikan naskah kepada Badan Keahlian DPR saat kajian terkait Daftar Inventaris Masalah (DIM) dan Surat Presiden (Surpres) sudah selesai dan tersedia. Hal tersebut dinilai tidak sesuai dengan proses dan regulasi dalam membuat produk legislasi.

Ia menilai DPR tidak memiliki political will untuk menuntaskan kewajibannya dalam melindungi PRT yang dituangkan dalam UU.

"RUU PPRT ini kajian sudah dilakukan selama 20 tahun dan DPR sudah berkunjung dan banding ke luar negeri, sudah ada naskah akademik dalam bentuk kajian dan berbagai surat dan syarat juga lengkap. Artinya kajian itu sudah selesai, hanya tinggal disahkan, tapi mengapa masih dibawa lagi ke BKD. Artinya ini sudah melanggara regulasi yang ada," cetusnya. (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya