Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
SIDANG perbaikan permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (13/6). Perkara yang diregistrasi dengan Nomor 54/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh 15 serikat atau federasi kerja.
Kuasa hukum pemohon, Alif Fachrul Rachmad menyampaikan bahwa telah mengakomodir masukan dan perbaikan dari Panel Hakim.
“Pertama, tanda tangan Professor Denny Indrayana sebagai penerima kuasa. Yang Mulia, sebelumnya dibahas tanda tangan Prof. Denny yang tidak dilakukan secara langsung. Sebab, Yang Mulia mengatakan bahwa esensi dari suatu kesepakatan adalah adanya persetujuan kedua belah pihak mengenai penyerahan kewenangan. Setelah didiskusikan oleh tim, nama Prof Denny tidak lagi menjadi bagian kuasa dari pemohon. Dokumen perbaikan pengujian dan daftar bukti tidak lagi mencantumkan nama Denny Indrayana,” terang Alif dalam sidang MK, Selasa (13/6).
Baca juga : 9 Hakim MK Putuskan Gugatan Sistem Proporsional Pemilu Kamis 15 Juni 2023
Lebih lanjut Alif mengatakan mengenai mekanisme perbandingan peraturan penetapan Perppu, poin ini merupakan masukan dari Hakim Konstitusi Daniel Yusmic yang meminta perbandingan praktik dari negara lain. Lantas pihaknya pun memasukkan poin tersebut dalam perbaikan permohonan.
“Kami memasukkan di halaman 42-43 dalam temuan kami ada dua bentuk masa berlaku perppu di negara lain. Pertama, berlaku secara permanen ini dianut oleh Rusia dan Peru,” ujarnya.
Baca juga : NasDem Minta MK Segera Putus Perkara Uji Materi UU Pemilu Untuk Beri Kepastian Hukum
Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan yang digelar pada Rabu (31/5), Pemohon mendalilkan pembentukan UU Cipta Kerja harus tunduk pada UU P3. Pemohon menilai UU Cipta Kerja cacat formil karena UU Cipta Kerja yang semula merupakan Perppu Cipta Kerja disahkan dalam masa reses.
Pemohon menemukan fakta hukum yang terjadi bahwa Perppu Cipta Kerja yang menjadi cikal bakal lahirnya UU Cipta Kerja ditetapkan pada 30 Desember 2022 yang merupakan masa reses. Hal ini, menurut Pemohon merupakan bentuk pelanggaran nyata terhadap Pasal 22 UUD 1945 dan Pasal 52 ayat (1) UU P3.
Selain itu, dalam permohonannya, Pemohon juga menjelaskan, ketakutan terhadap krisis ekonomi global yang dikhawatirkan akan berdampak ke perekonomian Indonesia merupakan alasan kedaruratan mengeluarkan Perppu Cipta Kerja sangat tidak beralasan. Pemohon juga menegaskan pada permohonannya bahwa tidak ada kekosongan hukum yang harus dijawab karena undang-undang yang ada masih mampu menjawab permasalahan hukum yang timbul di masyarakat.
Terakhir, regulasi tersebut merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap putusan MK (contempt of constitutional court) adalah preseden buruk yang dilakukan oleh Presiden dan memberikan contoh bahwa putusan MK dapat tidak dihormati.
Maka lebih berbahaya lagi, tidak melaksanakan putusan MK berarti melanggar konstitusi adalah constitutional organ yang eksistensi dan fungsinya diatur dalam UUD 1945. Pelanggaran konstitusi adalah salah satu definisi 'pengkhianatan terhadap negara' yang membuka pintu bagi proses pemakzulan presiden (impeachment). Sehingga Para Pemohon meminta MK mengabulkan permohonan tersebut. (Z-5)
Haidar menjelaskan pernyataan tersebut menunjukkan DPR sebagai sebuah lembaga negara terkesan ingin terlihat dominan dalam relasi ketatanegaraan
"MK sekadar menegaskan bahwa meski DPR dan pemerintah memiliki kewenangan membentuk undang-undang, tapi prosedurnya tidak bisa mengabaikan keterlibatan rakyat,"
MK buka suara terkait isu pemakzulan wakil presiden (wapres) Gibran Rakabuming Raka yang santer belakangan ini.
ANGGOTA Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amalia menilai program Sekolah Rakyat akan berbeda dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan sekolah gratis.
KEWENANGAN pengelolaan energi dan sumber daya mineral termasuk pemberian izin tambang, yang kini berada di tangan pemerintah pusat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
MK menolak lima gugatan yang diajukan sejumlah pemohon berkaitan dengan pengujian formil dan materiil UU TNI
PENAIKAN rerata Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar 6,5% tak akan berdampak banyak pada peningkatan kesejahteraan buruh atau masyarakat
Pihaknya bakal mematuhi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 168/PUU-XX1/2023 yang memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari Undang-Undang Cipta Kerja
Kenaikan upah pada 2025 diyakini akan menentukan perekonomian di tahun depan.
Terdapat beberapa hal yang dibicarakan dari dialog tersebut, di antaranya terkait tidak adanya kewajiban untuk menetapkan kenaikan upah minimum 2025 pada 21 November 2024
Aturan mengenai upah minimum pekerja belum dapat dipastikan kapan akan terbit. Itu karena formulasi penghitungan upah masih dalam pembahasan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari menyambut baik sikap pemerintah yang responsif terhadap putusan MK soal UU Cipta Kerja
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved