Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
ANGGOTA DPR Fraksi PKB Luqman Hakim mengatakan Mahkamah Konstitusi tidak berwenang menguji dan memutus sistem pemilu, karena UUD 1945 tidak mengatur sistem pemilu. Sistem pemilu merupakan Open Legal Policy lembaga pembentuk UU, yakni DPR dan Presiden.
"MK tidak berwenang membuat norma UU, karena MK tidak mendapat mandat Konstitusi untuk menjadi lembaga pembentuk UU," ujarnya saat dihubungi, Sabtu (3/6).
Selain itu MK tidak berwenang mengabulkan permohonan yang berdampak terbentuknya norma baru sebuah UU. Hal itu di luar wewenang MK. Sedangkan UUD memberi kuasa kepada DPR untuk memegang kekuasaan membentuk UU. Kewenangan MK menguji UU terhadap UUD, bukan membentuk UU.
Baca juga : Soal Denny Indrayana, Anies: Berpendapat di Muka Umum, Bentuk Demokrasi
"Dengan memahami secara utuh konstitusi negara Indonesia, yakni UUD, jika MK mengabulkan permohonan mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup, maka MK telah bertindak di luar wewenangnya dan mengambil alih kekuasaan DPR dan presiden. Membentuk atau merubah norma UU adalah kewenangan DPR dan presiden, bukan MK," paparnya.
Dia menekankan jika putusan dibuat di luar kewenangan yang dimiliki, maka putusan MK tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan wajib diabaikan. "DPR, presiden, KPU, Bawaslu, DKPP, dan semuah pihak tidak boleh mengikuti putusan yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," tegasnya
Baca juga : Eks Hakim MK tidak Setuju MK Atur Sistem Pemilu
Pemilu 14 Februari 2024 mendatang harus tetap didasarkan pada ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Perppu 1 Tahun 2022 tentang Perubahan UU Pemilu. (Z-4)
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Tim dari Kemendagri, lanjutnya, melakukan pengecekan dan survei ke lapangan sebagai upaya penyelesaian sengketa. Menurutnya itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
Putusan MK Nomor 104/PUU-XXIII/2025 selanjutnya akan dibahas lebih lanjut. Ia mengatakan perlu regulasi yang detail untuk menjalankan putusan MK tersebut.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Semua pihak harus berhati-hati dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135 tahun 2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Pemilu serentak nasional terdiri atas pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI.
Founder Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, Dian Permata, mengusulkan adanya pemberlakuan parlemen threshold atau ambang batas parlemen khusus di daerah.
Delia mengungkapkan Puskapol sejak 2014 mendorong sistem proposional terbuka karena mengusung semangat pemilih bisa diberikan pilihan untuk memilih caleg secara langsung.
Memang variannya banyak, nanti kita diskusikan apakah mixed member proportional (MMP) dan mixed member majoritarian (MMM) atau paralel.
PRESIDEN Prabowo Subianto meyakini Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 akan berjalan dengan lancar dan aman. Sebab, Indonesia telah memiliki sistem pemilihan umum yang matang
Meski lebih demokratis dan menghemat anggaran negara, sistem pilkada serentak telah meningkatkan praktik politik uang atau money politic baik di tingkat nasional maupun daerah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved