MANTAN Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) yang kini berprofesi sebagai advokat, Denny Indrayana, mengaku dirinya mendapatkan informasi mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Putusan tersebut, kata Denny, diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion di MK.
Menanggapi itu, pengamat politik, Rocky Gerung, menegaskan seharusnya MK menjadi peralatan negara, bukan kepala negara.
Baca juga : Informasi Beredar MK Kabulkan Sistem Pemilu Tertutup Tunjukkan Kelemahan Internal
“MK itu adalah alat negara, bukan alat kepala negara,” tegas Rocky kepada Media Indonesia, Minggu (28/5).
“MK itu sekarang disuruh-suruh oleh kepala negara, karena proses di awal kecurigaan kita ada pembicaraan makan malam antara ketua MK dengan Presiden Jokowi karena ikatan perkawinan, itu buruknya,” papar Rocky.
Baca juga : Denny Indrayana Sebut MK Kabulkan Sistem Pemilu Tertutup
Tanpa tedeng aling-aling, Rocky menuturkan MK perlu dibubarkan jika memaksakan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.
“Kami ingin ingatkan bahwa MK jangan sampai diakhir masa jabatannya diingat sebagai perusak demokrasi,” tuturnya.
Terpisah, Analisis Politik Ray Rangkuti, menilai jika MK memutuskan sistem pemilu jadi proposional tertutup, maka MK tak memandang ke arah masa depan namun memilih mundur ke belakang.
?“Itu artinya MK tak memandang ke depan republic tetapi memandang melihat ke belakang. Karena kebutuhan publik di era digital bukan seperti parpol pada era ketika jaman 1980-1990an,” tutur Ray kepada Media Indonesia, Minggu (25/5).
Menurut Ray, memperkuat partai melalui proporsional tertutup seperti di zaman era 1980an sudah tak relevan karena saat ini kultur politiknya berbeda.
“Tren ke depan tak lagi formil seperti itu. Orang per orang bisa mengubah wajah satu wilayah, seperti Bima (kasus jalan di Lampung),” tuturnya. (Z-5)