Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PAKAR Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat Khairul Fahmi menilai Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang baru disahkan DPR memiliki cacat formil dalam proses pengesahannya. Hal itu bisa menjadi celah bagi kelompok masyarakat yang menolak UU Cipta kerja untuk mengajukan uji formil ke Mahkamah Konstitusi.
"Dari aspek lahirnya perppu dan proses pengesahannya oleh DPR, terdapat catat formil yang jelas. Sehingga peluang adanya masyarakat yang mengajukan pengujian formil sangat besar sekali," ujarnya kepada Media Indonesia, Jumat (24/3).
Menurutnya, proses pengesahan dari perppu menjadi UU tidak sesuai dengan pasal 22 ayat 2 UUD 1945 dan pasal 52 UU pembentukan peraturan perundang-undangan.
Baca juga : Kecewa UU Cipta Kerja, Buruh Wacanakan Reformasi Jilid II
Berdasarkan Pasal 22 ayat 2 UUD 1945, perppu yang telah ditetapkan harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Adapun ayat 3-nya menjelaskan jika tidak mendapat persetujuan, maka perppu itu harus dicabut.
Beleid tersebut dijelaskan lagi melalui Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) yang menyebut perppu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
Baca juga : PDIP Sebut Kritik BEM UI Cuma Ajang Cari Sensasi
Adapun yang dimaksud 'masa sidang berikutnya' setelah kedua perppu itu diterbitkan adalah masa Sidang III tahun sidang 2022/2023, yakni sejak 10 Januari-16 Februari 2023.
"Sesuai UUD dan UU pembentukan peraturan perundang-undangan, pengesahan perppu mesti dilaksanakan dalam sidang pertama setelah penetapan perppu. Namun ini disahkan pada masa sidang kedua setelah penetapan perppu," jelasnya. (Z-8)
Ketua Banggar DPR RI menekankan pembangunan IKN tetap dilanjutkan meski anggarannya memiliki perubahan dari waktu ke waktu.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
DPR menyebut perayaan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus digelar di Jakarta, bukan di Ibu Kota Nusantara atau IKN, Kalimantan Timur karena memakan biaya banyak.
DPR dan pemerintah tidak menyerap aspirasi semua pihak dalam membahas RUU KUHAP.
KETUA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) kemungkinan lewat dari target selama tiga bulan.
Terungkap bahwa sindikat telah menjual sedikitnya 24 bayi, bahkan beberapa di antaranya sejak masih dalam kandungan, ke luar negeri dengan harga antara Rp11 juta-Rp16 Juta.
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved