Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PAKAR hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho mengatakan majelis hakim telah menunjukkan independensi dengan menjatuhkan vonis mati kepada Ferdy Sambo atas pembunuhan berencana Brigadir Yoshua (Brigadir J) dan perintangan proses hukum.
"Artinya, dengan vonis mati ini, hakim betul-betul independen," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Menurut dia, majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan yang menyidangkan perkara tersebut telah menerapkan unsur pembuktian yang ada.
Selain itu, kata dia, majelis hakim tidak terpengaruh suara-suara yang terkait dengan gerakan bawah tanah, gerakan bawah air, dan sebagainya.
"Ini kami apresiasi. Hakim juga melihat terhadap putusan-nya itu bisa menjelaskan faktor yang memberatkan," tegas Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu.
Bahkan, kata dia, hakim tampaknya mengadopsi apa yang dilakukan oleh penuntut umum itu hampir 90 persen. Terkait dengan vonis mati terhadap Ferdy Sambo selaku otak pembunuhan berencana tersebut, Hibnu mengharapkan terdakwa lainnya yang turut melancarkan tindak pindana itu divonis paling tidak sama dengan tuntutan penuntut umum, bahkan bisa lebih.
Baca juga: Hakim Jatuhkan Hukuman Mati untuk Ferdy Sambo
Dalam hal ini, terdakwa lainnya yang terdiri atas Putri Candrawati (PC), Kuat Maruf (KM), dan Ricky Rizal (RR) masing-masing dituntut 8 tahun penjara, serta Richard Eliezer (RE) dituntut 12 tahun penjara.
"Itu karena perannya sudah terbukti pada saat bertemu di Magelang sampai di Jakarta," jelasnya.
Sementara terhadap terdakwa Eliezer, dia mengharapkan vonis bisa di bawah tiga terdakwa lainnya karena posisi RE dikembalikan pada justice collaborator.
Oleh karena tiga terdakwa lainnya dituntut 8 tahun penjara, dia menduga Eliezer akan divonis 6 tahun atau 5 tahun penjara meskipun saat tuntutan dituntut dengan 12 tahun penjara.
Ia mengatakan dugaan besaran vonis tersebut muncul karena dalam persidangan, penuntut umum menyatakan ada dilema yuridis.
"Makanya di sini tugas hakim agar tidak terjadi dilema yuridis, dikembalikan pada Undang-Undang LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) divonis paling rendah di antara para terdakwa," papar Hibnu.
Dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin, majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santoso menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana mati. Hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melanggar Pasal 49 jo. Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Ant/OL-17)
Vonis hukuman mati itu sudah sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Tasikmalaya
UPAYA Ferdy Sambo menghindari vonis mati gagal. Sidang banding Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan Ferdy Sambo tetap dihukum mati.
MAJELIS hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis mati Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terhadap Ferdy Sambo. Ini alasannya.
PENGADILAN Tinggi DKI Jakarta tetap memvonis mati Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Pengadilan juga mememerintahkan agar Sambo tetap ditahan.
AYAH almarhum Brigadir Yosua, Samuel Hutabarat mengapresiasi keputusan hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang tetap memvonis mati terdakwa Ferdy Sambo.
Setelah PC, Sambo, dan RR, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga menolak memori banding terdakwa pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J lainnya, Kuat Ma’ruf.
Penaikkan status ke tahap penyidikan menujukan tim khusus (timsus) bekerja sangat cepat. Namun, tetap menerapkan kaidah-kaidah pembuktian secara ilmiah.
Tim khusus gabungan pengusutan kasus tewasnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat juga menyita rekaman CCTV dalam perjalanan dari Magelang ke Jakarta.
Dedi mengatakan ada dua hp Brigadir Yosua yang tengah diperiksa labfor. Dia menyebut tim labfor masih bekerja.
PENGAMAT Kepolisian Bambang Rukminto menilai kesalahan Polri dalam kasus tewasnta Brigadir J ialah tak membuka hasil autopsinya ke publik.
"Kalau dari Perhimpunan Kedokteran Forensik Indonesia yang saya sudah dapatkan informasi ada tujuh orang,"
Kapolsek Metro Menteng Ajun Komisaris Besar Netty Rosdiana Siagian mengatakan, Bundaran HI bukan untuk tempat melakukan aksi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved