Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kontras: Penerbitan Perppu Ciptaker Bentuk Pembangkangan atas Putusan MK

Indriyani Astuti
31/12/2022 18:36
Kontras: Penerbitan Perppu Ciptaker Bentuk Pembangkangan atas Putusan MK
Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, Jumat (30/12). DPR RI diminta tidak menyetujui Perppu tersebut.

"Kami melihat diterbitkannya Perppu terhadap UU Cipta Kerja ini merupakan pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," ujar Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti, Sabtu (31/12).

MK dalam putusannya No.91/PUU-XVIII/2020 menyatakan Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat apabila tidak diperbaiki dalam waktu dua tahun pasca putusan itu dibacakan. Pembentukan UU Cipta Kerja dianggap cacat formil karena tidak sesuai dengan aturan pembentukan perundang-undangan.

Fatia mengatakan Perppu UU Cipta Kerja yang dikeluarkan oleh pemerintah menihilkan peran MK sebagai bagian dari kekuasaan yudikatif dan perannya sebagai penjaga konstitusi.

Baca juga: Pakar HTN: Jokowi Tidak taat aturan dengan Menerbitkan Perppu Ciptaker

"Penerbitan Perppu terkait UU Cipta Kerja sebenarnya juga tidak bersesuaian dengan ucapan pemerintah sendiri di Februari 2022 lalu lewat Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly yang menyampaikan akan mematuhi putusan MK," imbuh Fatia.

Menurutnya pembuatan regulasi itu tidak partisipatif. Dalam aspek substansial, Kontras menilai bahwa syarat diterbitkannya Perppu yakni harus berdasar hal ihwal kegentingan yang memaksa tidak terpenuhi.

"Langkah penerbitan Perppu ini juga kembali menegaskan bahwa nilai-nilai demokrasi kian ambruk ditandai dengan sentralisasi kekuasaan Presiden. Hal ini sekaligus menandai Indonesia kian dekat pada negara otoritarian sebagaimana yang terjadi pada orde baru," tukasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya