Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Polri dan Kementerian/Lembaga Kerja Sama dalam Deteksi Pengelolaan Dana Filantropi

Mediaindonesia.com
03/11/2022 09:03
Polri dan Kementerian/Lembaga Kerja Sama dalam Deteksi Pengelolaan Dana Filantropi
FGD dengan tema “Kolaborasi Intelkam Polri Dengan Kementerian Lembaga Dalam Mendeteksi Pengelolaan Dana Filantropi” di Jakarta.(Ist)

PENGGUNAAN dana filantropi belakangan menjadi perhatian publik karena ternyata praktek penggalangan dana publik yang digadang-gadang sebagai dana sosial kemanusiaan untuk kepentingan umat manusia yang membutuhkan, ternyata disalahgunakan untuk membiayai kebutuhan aksi terorisme.

Publik tentunya bisa terkecoh sehingga tak ragu memasukan sejumlah dana untuk disalurkan sesuai kebutuhan seperti apa yang diinformasikan oleh penyelenggara dana filantropi, entah untuk kepentingan kemanusiaan dalam membantu korban bencana alam, kaum miskin (duafa), pendidikan dan kegiatan ibadah lainnya.

Pendekatan melalui kegiatan keagamaan atau mengatasnamakan agama iniah yang sering dijadikan sebagai kedok untuk mengetuk hati para dermawan yang sebenarnya merupakan calon mangsa (korban).  

Baca juga : Terjadi Peningkatan Migrasi Radikalisasi di Kalangan Remaja

Namun sebenarnya tidak  ada kaitannya antara  terorisme dan radikalisme dengan agama, karena tidak ada satupun agama yang membenarkan. Dan hal itu merupakan fitnah bagi umat Islam serta menjadi sebuah stigma negatif.  

Ide dan gagasan akan kolaborasi intelijen Keamanan Mabes Polri (BIK) dengan kementerian/lembaga dalam mendeteksi pengelolaan dana filantropi dikemukakan oleh Kombes Pol. Solehan Sik, MH, siswa Pendidikan Kepemimpinan Tinggi Tingkat 1 LAN angkatan 55 tahun 2022.

Konsep pemikiran kolaborasi itu disampaikan oleh sejumlah pembicara yang kompeten di bidangnya, seperti Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT)  Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, S.E., M.M  dalam  Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Kolaborasi Intelkam Polri Dengan Kementerian Lembaga Dalam Mendeteksi Pengelolaan Dana Filantropi” di Veranda Hotel, Jakarta Selatan , Kamis (27/10) .

Baca juga : Ulama Dukung Tindakan Tegas terhadap Terorisme

Dalam diskusi ini, Ahmad menyampaikan bahwa  oknum umat beragamalah yang salah memahami cara beragama.

Dalam keterangan pers, Kamis (3/11), Ahmad menjelaskan. ada lima sumber dana yang digunakan oleh terorisme dengan menggunakan dalih keagamaan, yakni :

1). Menggunakan infak yang di koordinir diantara terorisme,

Baca juga : TNI dan Polri Kolaborasi Jaga Objek Vital Migas

2). Memiliki paham takfiri atau mengkafirkan orang lain yang berbeda (agama, kelompok) dan mengkafirkan negara yang dianggap berdasarkan hukum agama sehingga menghalalkan apapun seperti menipu, merampok, korupsi, mendirikan lembaga filantropi dengan casing atau kedok  agama dan  semua  hal yang mengatasnamakan  agama, darah dan harta menjadi halal,

3). Bekerja sama dengan mafia hitam (yang memiliki politik kekuasaan),

4). Mendapatkan donasi dari Wahabisasi Internasional, ciri dan indikasinya adalah Takfiri, ekslusif terhadap lingkungan pergaulan dan dinamika sosial, Intoleransi pada agama, Pro Ideologi Khilafah, Anti budaya dan kearifan lokal, serta.

Baca juga : 142 Tersangka Terorisme Ditangkap Densus 88 Sepanjang 2023

5). Radikal terorisme mengatasnamakan agama adalah proxy war dan asimetri war,  dengan salahsatu donaturnya  adalah intelijen asing.

Sementara itu dalam forum diskusi yang sama, Direktur tindak Pidana ekonomi khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Wishnu Hermawan Sik MH menjelaskan  bahwa  risalah filantropi ditemukan dalam kitab-kitab agama. Dari bentuknya dibagi  menjadi dua bentuk.

Pertama, citizen filantropi kegiatan amal yang dilakukan seseorang dengan berasas jangka pendekatan.

Baca juga : IFA Jadi Momentum Pelaku Fundraising dan Filantropi Perbaiki Sistem Pengelolaan

Kedua, filantropi terorgansir yang berbentuk lembaga secara terstruktur termasuk  bagaimana dana filantropi dapat didistribusikan bukan hanya melalui perorangan tapi bahkan melalui dunia usaha.

 ”Kemunculan dan perkembangan lembaga filantropi di Indonesia sebagian besar dilatarbelakangi oleh motif agama seperti contoh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Rumah Zakat, Dompet Du’afa, Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Laziznu, Lazismu, PKPU, Dompet Sosial Madani (BSM) Bali, Karinakas (berbasis Agama Katolik), HFHIND (Kristen) dan berbagai lembaga filantropi berbasis agama lain yang belum teridentifikasi dalam kajian ilmiah," jelas Direktur tindak Pidana ekonomi khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Wishnu Hermawan, Sik MH.

Adapun Mardiansyah M.E. dari Direktorat Strategi dan Kerja Sama Dalam Negeri Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada diskusi ini menyampaikan, setidaknya ada sepuluh ancaman pendanaan terorisme global berdasarkan hasil Mutual Evaluation Reports (MER) FATF.

Ancaman pendaaan terorisme antara lain kelompok teroris internasional, kelompok teroris domestik, penyalahgunaan non-profit organization (NPO); pejuang teroris asing; penyalahgunaan sektor jasa keuangan; self funding; pembawaan uang tunai dari sektor Informal lainnya; lone actors dan kelompok jaringan kecil; pendanaan hasil kriminal/ilegal; dan perantara jasa profesi. (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya