Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Banding BPN Atas Kasus Mafia Tanah Cakung Dipertanyakan

Mediaindonesia.com
29/1/2022 23:08
Banding BPN Atas Kasus Mafia Tanah Cakung Dipertanyakan
Boyamin Saiman(Antara)

LANGKAH Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jaktim mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur menuai polemik. 

Meskipun hal ini dapat dilakukan lantaran melibatkan produk kebijakannya sendiri, ada kemungkinan upaya banding ini berpihak dengan kepentingan salah satu pihak yang selama ini disebut-sebut sebagai mafia tanah. 

Sebagai informasi, BPN Jaktim mengajukan permohonan banding atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No 441/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Tim yang menegaskan kepemilikan tanah Harto Khusumo selaku penggugat. BPN dalam kasus yang sama melakukan banding bersama PT. Salve Veritate terhadap putusan pengadilan. 

Pimpinan PT Salve Veritate sendiri, Benny Simon Tabalajun dan rekannya Achmad Djufri ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan akta autentik tanah dan diadili di PN Jakarta Timur.

“Wajar saja BPN banding karena dia telah menerbitkan suatu hak atas tanah. Tapi, bisa  juga pejabat BPN sudah terlibat korupsi dengan pengusaha, dan mau tidak mau banding dan lainnya,” kata Kepala Departemen Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembangunan Agraria, Roni Septian, Sabtu (29/1).

Roni menyampaikan, BPN semestinya tak perlu melakukan banding apabila masalah utamanya jika masyarakat menjadi korban mafia tanah yang melibatkan internal BPN. Terlebih gugatan terkait sudah diputuskan oleh pihak pengadilan.

Terkait putusan pengadilan, BPN, kata Roni, sebetulnya tinggal meralat surat keputusan penerbitan hak atas tanah tersebut. 

Roni menyampaikan, BPN semestinya fokus menjalankan fungsi utamanya yakni memenuhi pelayanan pertanahan nasional. “BPN belum menunjukkan kinerja yang baik sepanjang 2021. Kementerian/lembaga yang dipimpin oleh Sofyan Djalil itu masih berkutat soal sertifikasi tanah dan percepatan pengadaan tanah,” sebutnya.

Guru Besar Hukum Universitas Borobudur, Faisal Santiago berpendapat, tak lazim bila BPN mengajukan banding terkait putusan pengadilan tingkat pertama dalam perkara mafia tanah di Cakung Barat itu. 

Terlebih, menurut dia, perkara perdata jarang melibatkan BPN. Badan ini semestinya berada di tengah, sebagai pihak penetap hak tanah mengikuti putusan final proses peradilan.

“Biasanya masalah tata usaha negara (TUN) yang sering seperti pembahasan sertifikat,” tutur Faisal.

Terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, proses hukum sengketa lahan di Cakung Barat, Jakarta Timur itu semakin tidak jelas. Hal ini disebabkan, BPN sebagai wakil pemerintah malah terkesan berpihak kepada mafia tanah. 

Makanya, Boyamin menyebut perlu adanya keseriusan untuk mengusut kasus ini. Sebab nilai objeknya sampai triliunan. 

“Menurut saya baru (ditetapkan) tersangka-tersangka yang kroco-kroco atau level bawah, sementara yang menengah dan atas belum tersangka, atau terutama pihak yang mendapatkan keuntungan dari proses dugaan mafia tanah ini,” ujarnya.

Boyamin heran ada banyak kejanggalan dari perkara ini, baik status kepemilikan lahan, keterlibatan oknum BPN, proses jual-beli, proses penanganan kasus hingga intervensi pemerintah.  “Karena pasti ada yang menikmati keuntungan besar, karena ini menyangkut tanah yang strategis cukup luas,” kata Boyamin.

Boyamin juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensupervisi kasus mafia pertanahan ini, karena diduga pula melibatkan sejumlah oknum level tinggi di BPN, aparat penegak hukum, dan pejabat stakeholders terkait lainnya.

“Nanti bila sesuai ketentuan UU bisa diambil alih, ya diambil alih. Karena ini berlarut-larut, ada hambatan atau diduga ada sesuatu dugaan penyelewengan, misalnya dugaan suap atau gratifikasi, jadi KPK bisa mengambil alih,” kata Boyamin.

Boyamin juga mendorong agar Komisi Yudisial memantau penanganan kasus ini apabila sudah masuk tahap persidangan. Hal tersebut sangat penting guna memastikan penegakan hukumnya hingga akhir.

Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan, sebelumnya, menyuarakan senada. Perlu pengamatan banyak pihak terhadap kasus tanah berlarut itu. Dia yakin Kapolri Liestyo Sigit akan mengusut kasus ini jernih. 

Adapun Ketua Panitia Kerja (Panja) Mafia Tanah Komisi II DPR Junimart Girsang menyoroti 122 kasus konflik pertanahan yang ditolak Kementerian Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) pada 2021.


Menurut dia, tidak ada alasan bagi Kementerian ATR/BPN untuk menolak kasus konflik pertanahan tersebut meskipun BPN hanya memiliki kewenangan sebesar 33 persen dari seluruh tanah di Indonesia dan KLHK memiliki kewenangan seluas 67 persen.

"Tentang konflik yang Menteri ATR/BPN sebutkan bahwa konflik pertanahan kewenangan ATR dan kewenangan KLHK, saya tidak setuju dengan istilah Pak Menteri. Kalau alasannya karena mereka (KLHK) punya kewenangan 67 persen, lama-lama habis tanah kita," ujarnya.

Adapun Menteri ATR/ BPN Sofyan Djalil mengakui jika ada oknum BPN yang terlibat dalam kasus pertanahan. (Ant/OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya