Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
PESTA demokrasi lima tahunan akan berlangsung pada 2024. Tahapannya pun ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Untuk mendapatkan waktu yang tepat, penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) harus menyerap masukan dari pemerintah, DPR dan masyarakat.
"KPU tidak boleh merasa tunggal dalam menentukan tanggal pemilu 2024. Secara penyelenggaraan memiliki kewenangan, namun tidak berarti sewenang-wenang," ujar Koordinator Nasional Seknas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby dalam seminar virtual, Senin (4/10).
Menurutnya, praktek pemilu di era reformasi kerap menunjukan keteraturan siklus pelaksanaan selama lima tahun sekali dalam hitungan bulan. Meskipun, terdapat perbedaan dalam hitungan tanggal atau hari.
Baca juga: Tarik-Ulur Jadwal Pemilu, KPU akan Konsinyering Dahulu
Diketahui, KPU mengusulkan pemilu digelar pada 21 Februari 2024 dan pilkada pada 27 November 2024. Tahapannya dimulai 25 bulan sebelum hari H, yakni Januari 2022. Sementara, pemerintah menyodorkan pilihan lain, yakni pemilu pada 24 April 2024, 8 Mei 2024 atau 15 Mei 2024.
Adapun usulan pemerintah terkait pelaksanaan pilkada pada November 2024. Opsi pemerintah mengacu pada upaya penanganan pandemi covid-19. Serta, menghindari potensi polarisasi pada masa tahapan yang berpotensi konflik, penghematan anggaran dan efektivitas pelaksanaan tahapan.
"Pencarian titik temu penjadwalan pemilu mempunyai dua dimensi, yakni dimensi secara teknis oleh KPU. Itu dengan memperhatikan kepentingan beban penyelenggara. Lalu, dimensi efisiensi anggaran dengan pendekatan teknologi dan polarisasi masyarakat, yang memicu ketidakstabilan konstelasi politik," jelas Alwan.
Baca juga: Pemerintah Tolak Usulan Pemilu Digelar 21 Februari 2024
Lebih lanjut, dia mengatakan perdebatan jadwal tidak boleh terpusat pada pemerintah, KPU dan DPR. Masyarakat yang memiliki hajat pesta demokrasi, juga harus diberikan peran lebih luas dengan membuka ruang aspirasi.
"Utak-atik jadwal pemilu sebenarnya untuk siapa? Bisa jadi, masyarakat tidak peduli tanggal pemilu dan yang peduli hanya elit saja. Atau, bisa jadi masyarakat sengaja tidak dilibatkan," sambungnya.
Pada kesempatan itu, hadir analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto, peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Delia Wildianti, serta peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Erik Kurniawan.(OL-11)
Pertanyaan yang menyentak bukanlah apakah mungkin membubarkan lembaga DPR di alam demokrasi, melainkan mengapa anggota DPR minta tunjangan rumah Rp50 juta per bulan.
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu menjadi pemilu nasional dan daerah menuai heboh yang belum berkesudahan.
MENTERI Hukum Supartman Andi Agtas menyebut Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan setuju terhadap pengesahan RUU Haji dan Umrah menjadi UU.
WAKIL Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad merespons adanya aksi demonstrasi yang menuntut 'Bubarkan DPR' dan memprotes tunjangan rumah anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan.
Peneliti Formappi Lucius Karus menilai DPR RI perlu bersikap bijak dalam merespons aspirasi para pendemo yang belakangan menyoroti kinerja lembaga legislatif.
Jerome Polin kritik tunjangan beras DPR Rp12 juta per bulan. Hitungan sederhana: setara 1 ton beras, cukup makan satu orang hingga 9 tahun.
Tulisan ini menelusuri dinamika politik Indonesia melalui lensa tiga filsuf Islam: Al-Farabi, Ibn Khaldun, dan Ali Shariati.
MENGINJAK usia 80 tahun Indonesia merdeka dan berdemokrasi, Laboratorium Indonesia 2045 menilai hubungan partai politik dan konstituen semakin memburuk.
Partai politik di Indonesia saat ini juga mengalami permasalah yang sama yakni konstituen lebih terikat pada tokoh daripada pada program atau ideologi partai.
PAKAR Hukum Tata Negara mempertanyakan urgensi pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, di tingkat global, tidak ada praktik serupa.
Gunjingan banyak orang bahwa NasDem adalah partai pragmatis, lagi medioker, sebenarnya dilandasi dua alasan mendasar.
KETUA DPR RI Puan Maharani menyinggung soal munculnya fenomena Negara Konoha, Indonesia Gelap, hingga bendera One Piece dalam kehidupan berdemokrasi saat sidang tahunan MPR
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved