Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PENELITI Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadil Ramadhanil mendorong adanya revisi terbatas terhadap Undang-Undang No.10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Ia menjelaskan, ada kebuntuan hukum terkait Pasal 157 UU Pilkada yang mengatur pembentukan peradilan khusus pemilu sebelum pemilihan serentak 2024. Sementara, ujar Fadil, Mahkamah Konstitusi (MK) yang selama ini menyidangkan sengketa perselisihan hasil pemilihan hanya diberikan kewenangan sementara.
"MK tidak punya kewenangan lagi untuk menyelesaikan perselisihan hasil pilkada. Ada situasi yang harus segera diselesaikan oleh pembuat UU agar tidak menimbulkan persoalan saat pilkada serentak nasional digelar," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Apa Kabar Peradilan Khusus?", yang digelar secara daring, Minggu (29/8).
Ia menjelaskan lebih jauh, bahwa ada putusan MK No.55/PUU-XVII/2019 terkait model atau desain keserentakan pemilu. Dari lima desain yang ditawarkan Mahkamah, pilkada dapat digabung dengan pemilihan legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau pemilihan umum.
Sehingga, imbuhnya, tidak ada perbedaan antara rezim pemilu dan pilkada. Begitupun keberadaan peradilan khusus pemilihan yang menyidangkan sengketa pilkada.
Karena itu, menurut Fadil, pembentuk UU bisa melakukan revisi terbatas terhadap Pasal 157 UU Pilkada terkait ketentuan badan peradilan khusus pemilu.
"Kalau pembentuk UU tidak mau melakukan revisi terbatas karena berbagai alasan, jalan keluarnya presiden harus mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu)," ucapnya.
Selain itu, ia juga mendesak pembuat UU agar membenahi tata kelola kelembagaan penyelenggara pemilu. Saat ini, terang Fadil, diperlukan adanya
transformasi kelembagaan pemilu. Salah satunya sistem penegakan hukum. Peran Bawaslu, ujar Fadil dimaksimalka memeriksa dan menyidangkan perkara pelanggaran administratif pemilihan, sedangkan kepolisian berwenang melakukan penegakan hukum pidana pemilihan.
"Kewenangan penyelesaian sengketa dan penanganan pelanggaran administrasi pemilu yang ada pada Bawaslu dilakukan penataan, dengan manajemen perkara dan hukum acara lebih baik agar dapat dilaksanakan konsisten," tukasnya. (Ind/OL-09)
Kelima isu tersebut juga menjadi akar berbagai pelanggaran etik penyelenggara pemilu.
pemilu nasional dan lokal dipisah, , siapa yang bakal memimpin daerah setelah masa jabatan kepala daerah Pilkada 2024 berakhir?
MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan bahwa mulai tahun 2029, pemilihan umum (pemilu) di Indonesia harus diselenggarakan secara terpisah antara pemilu nasional dan pemilu daerah.
Keputusan MK terkait PHPU kepala daerah pasca-PSU semestinya bisa memberikan kepastian hukum dan terwujudnya ketertiban di daerah.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengusulkan agar ke depannya anggaran penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
DIREKTUR DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati menilai Bawaslu tidak serius dalam menangani proses penanganan politik uang saat PSU Pilkada Barito Utara
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved