Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pasal RKUHP, DPR: Harus Bedakan Kritik dan Penghiaan pada Presiden

Putra Ananda
08/6/2021 14:26
Pasal RKUHP, DPR: Harus Bedakan Kritik dan Penghiaan pada Presiden
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani.(Ist/DPR)

PASAL penghinaan presiden yang diatur dalam Rancangan Kitak Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) harus diformulasikan dengan jelas. Ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 218 ayat 1 RKHUP tersebut harus dipastikan tidak berubah menjadi pasal karet.

"Fraksi PPP menghendaki ada penjelasan pasal yang memagari," ujar Anggota Komisi III DPR Arsul Sani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/6).

Dengan adanya penjelasan pasal yang jelas terkait penghinanaan presiden, Arsul menyebut hal tersebut penjelasan tersebut dapat dijadikan acuan oleh para aparat penegak hukum. Dengan begitu aparat penegak hukum memiliki panduan pasti untuk membedakan kritik dan penghinaan kepada pimpinan negara.

"Intinya baik DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang, yang nanti harus meramu kembali berbagai aspirasi dan pendapat yang berkembang," ungkapnya.

Lebih lanjut Arsul menjelaskan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP sejak awal memang menjadi perdebatan. Terutama pasal tersebut sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) namun mengapa masih dimasukkan kembali dalam RKUHP.

"Itu kita perdebatkan dalam panja RUU KUHP pada saat itu," paparnya.

Akhirnya, pemerintah dan DPR sepakat agar pengaturan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP dibuat dengan tidak menabrak putusan MK. Pemerintah dan DPR mengubah sifat delik yang ada dalam pasal terkait delik kejahatan atau tindakan penghinaan presiden.

"Dari delik biasa dimana kalau diduga ada penghinaan Presiden penegak hukum bisa bertindak, sekarang menjadi delik aduan, harus ada yang bisa mengadu yaitu presiden," ungkapnya.

Menurut Arsul, argumentasi tersebut sama sekali tidak menabrak putusan MK. Pemerintah dan DPR juga menyepekati bahwa ketika presiden sibuk, aduan presiden bisa diwakilkan.

"Diturunkan ancaman hukumannya, maka penegak hukum tidak bisa langsung kemudian menangkap dan menahan," paparnya. (Uta/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya