Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Sepakat Putuskan Revisi UU ITE, LBHI Apresiasi Pemerintah

Cahya Mulyana
21/4/2021 13:38
Sepakat Putuskan Revisi UU ITE, LBHI Apresiasi Pemerintah
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) Muhammad Isnur.(MI/PIUS ERLANGGA)

PEMERINTAH sudah mengambil keputusan untuk merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Langkah ini dinilai tepat dan harus direalisasikan dalam waktu dekat.

"Kita apresiasi pengakuan tersebut, akhirnya pemerintah tidak denial terhadap masalah ini dan mengakui bahwa pasal-pasal tersebut memang sangat bermasalah," ujar Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) Muhammad Isnur kepada Media Group News, Rabu (21/4).

Menurut dia, masyarakat sudah sejak lama mengeluhkan ada pasal-pasal karet di UU ITE. Ketentuan yang akhirnya diakui oleh Tim Kajian UU ITE bentukan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD harus segera diubah.

"Sudah sangat lama masyarakat sipil, pakar-pakar hukum, serta korban bicara ini, tetapi selalu ditolak," jelasnya.

Isnur mendesak keputusan yang sudah bulat ini supaya segera direalisasikan dengan memasukan UU ini ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2021. Untuk itu DPR harus satu suara dengan sikap pemerintah tersebut.

"Komitmen tersebut harusnya ditunjukan dalam prolegnas, bukan hanya wacana saja," pungkasnya.

Sebelumnya Kepala Bidang Materi Hukum Publik Kemenkopolhukam, Dado Achmad Ekroni, mengatakan Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sepakat agar pasal 27 ayat 1 UU ITE perlu direvisi.

Kesepakatan tersebut dilakukan usai tim kajian UU ITE mendengarkan keterangan dari 55 narasumber yang meliputi berbagai unsur, mulai dari pihak pelapor, terlapor, pers, DPR, praktisi, hingga akademisi.

Dado menjelaskan rumusan delik di setiap ketentuan pidana harus memenuhi empat prinsip, yaitu lex praevia, lex scripta, lex certa, maupun lex stricta. Sementara di pasal 27 sampai pasal 29 UU ITE dianggap tidak memenuhi salah satu unsur dari azas legalitas yakni lex certa atau ketidakjelasan rumusan pasal.

"Itu yang saat ini sedang kita fokuskan bagaimana caranya kita merevisi dengan mendengarkan dengan narasumber yang sudah kita ambil sebanyak 55 orang tersebut," tutupnya. (Cah/OL-09).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik