Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Divonis 3,5 Tahun Penjara, Prasetijo Enggan Ajukan Banding

Cahya Mulyana
10/3/2021 18:19
Divonis 3,5 Tahun Penjara, Prasetijo Enggan Ajukan Banding
Brigjen Prasetijo Utomo divonis 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.(MI/Susanto )

MANTAN Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo divonis tiga tahun enam bulan penjara. Ia mengaku bersalah dan enggan mengajukan banding atas putusan tersebut.

"Saya menerima (putusan) yang mulia," kata Prasetijo saat mendengarkan vonis terkait perkara yang membelitnya, suap kasus red notice dan penghapusan daftar pencarian orang (DPO) Djoko Soegiarto Tjandra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (10/3).

Selain hukuman penjara tiga tahun dan enam bulan, Prasetijo juga diwajibkan membayar denda pidana Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. "Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan hukuman pidana penjara selama tiga tahun enam bulan," kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis.

Hukuman ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang meminta Prasetijo dibui dua tahun enam bulan dan denda pidana Rp100 juta subsider enam bulan bui.

Menurut Damis, Prasetijo terbukti menerima suap dari Djoko Soegiarto Tjandra senilai US$100 ribu. Namun, dia hanya mengakui menerima US$20 ribu. Uang diberikan melalui pengusaha Tommy Sumardi.

Prasetijo dalam perkara ini berperan sebagai penghubung antara Tommy dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte. Napoleon juga berstatus terdakwa dalam perkara ini.

Suap diberikan agar nama Djoko Tjandra terkait red notice dihapus dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Caranya, memerintahkan penerbitan sejumlah surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi.

Surat-surat tersebut diberikan kepada pihak imigrasi untuk menghapus DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada sistem informasi keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi. Prasetijo dianggap telah membiarkan Djoko Tjandra masuk ke Indonesia yang mestinya ditangkap Polri.

Prasetijo juga telah menyalahi jabatannya karena menerima suap. Dia juga membuka informasi Interpol yang seharusnya dirahasiakan.

Prasetijo didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (OL-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik