Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Saksi Kasus Dugaan Korupsi Benur Banyak yang Berbohong

Candra Yuri Nuralam
28/1/2021 06:42
Saksi Kasus Dugaan Korupsi Benur Banyak yang Berbohong
Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo(MI/ADAM DWI )

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami kesulitan dalam pengusutan kasus rasuah ekspor benih lobster atau benur. Banyak saksi yang berbohong.

Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri mengultimatum para saksi yang dipanggil dalam kasus yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo itu.

Lembaga Antikorupsi itu mengingatkan ada hukuman berdasarkan aturan yang berlaku jika para saksi tidak kooperatif.

Baca juga: Kejagung Tentukan Tersangka Asabri Pekan Depan Lewat Gelar Perkara

"KPK dengan tegas mengingatkan kepada pihak-pihak yang dipanggil tim penyidik KPK untuk kooperatif dan memberikan keterangan secara jujur dan terbuka terkait dengan perkara ini," kata Ali melalui keterangan tertulis, Rabu (27/1).

Ali menegaskan pihaknya masih membuka peluang untuk menjerat tersangka lain dalam kasus ini. Tersangka itu bisa jadi saksi yang berbohong.

"Terkait proses penyidikan yang saat ini masih berjalan, KPK tidak menutup kemungkinan mengumpulkan bukti-bukti baru adanya dugaan tindak pidana korupsi lain," tegas Ali.

Lembaga Antikorupsi itu menegaskan tidak segan menindak siapa pun yang berbohong. Berbohong dinilai merintangi penyidik dalam pengusutan perkara korupsi.

"KPK juga mengingatkan ancaman pidana di Undang-Undang Tipikor ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Tipikor yang memberikan sanksi tegas apabila ada pihak-pihak yang sengaja merintangi proses penyidikan ini," ucap Ali.

Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya.

Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.

Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito.

Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100 ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri di Honolulu, Hawaii.

Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.

Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya