Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Akan Masuk Pusaran Konflik Kepentingan

Indriyani Astuti
21/12/2020 01:50
Akan Masuk Pusaran Konflik Kepentingan
Koordinator Bidang Konstitusi dan Ketatanegaraan Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) , Violla Reininda.(MI/ADAM DWI)

UU MK kini sedang diuji materi ke MK, soal masa perpanjangan jabatan hakim. KODE Inisiatif mendorong agar revisi UU MK tidak diterapkan pada hakim MK periode saat ini.  Pasal itu mengakibatkan hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat UU MK diundangkan akan meneruskan jabatan mereka sampai usia 70 tahun selama keseluruhan masa tugas mereka tidak melebihi 15 tahun, walau sudah memasuki periode kedua jabatan, tanpa melalui mekanisme seleksi kembali. Kenapa itu dilakukan, berikut wawancara wartawan Media Indonesia dengan Koordinator Bidang Konstitusi dan Ketatanegaraan Konstitusi dan Demokrasi (KoDe), Violla Reininda.


KODE Inisiatif mendorong agar revisi UU MK (aturan mengenai perpanjangan masa jabatan hakim) tidak diterapkan pada hakim MK periode saat ini. Apakah jika diterapkan pada periode berikutnya, tidak akan ada konflik kepentingan?

Dengan perpanjangan masa jabatan diberlakukan untuk hakim di periode selanjutnya, hakim konstitusi yang saat ini menjabat tidak akan masuk ke pusaran konflik kepentingan yang dibentuk DPR dan pemerintah.

 

Apa dampak revisi UU ini bagi DPR? Konflik kepentingan seperti apa?

Kami memandang masa jabatan ini dalam tanda kutip dijadikan sebagai ‘kado’ untuk hakim konstitusi. Hal ini tampak jelas dari cara-cara pembentukan UU MK yang cacat formal, kecacatan formal pembentukan kemudian menghasilkan materi muatan tidak substantif, tidak menunjukkan urgensi untuk penguatan MK, dan poin intinya hanya soal jabatan hakim.

 

Dari pemantauan Kode Inisiatif, apakah dalam naskah akademik RUU ada pembahasan mengenai masa jabatan hakim? Atau ini pasal selundupan?

Masa jabatan hakim tidak dipaparkan secara komprehensif dalam naskah akademik. Tidak dijelaskan landasan fi losofis, yuridis, dan sosiologis tentang pentingnya perubahan ini. Selain itu, menempatkan masa jabatan hakim sebagai satu-satunya cara untuk meningkatkan independensi dan profesionalitas hakim.

Padahal, klausul ini harus dibarengi dengan penguat an pada aspek rekrutmen hakim konstitusi, pengawasan, dan penegakan kode etik yang ketiganya sama sekali tidak disentuh dalam revisi UU MK.

 

Di UU juga ada perubahan syarat usia mininum calon hakim MK, dari 47 menjadi 55 tahun. Apakah usia yang semakin tua jaminan bahwa hakim MK berintegritas?

Tidak ada jaminan bahwa usia semakin tua membuat hakim semakin berintegritas. Hal ini juga terbukti dari track record hakim konstitusi selama ini. Jimly Asshiddiqie menjabat Ketua MK pertama yang membangun fondasi dan muruah MK sebagai penegak konstitusi dan pelindung hak konstitusional warga negara, mulai menjabat di usia 47 tahun. Dilanjutkan dengan Prof Mahfud MD yang mulai menjabat di usia 51 tahun yang meninggalkan legacy yang baik, membawa MK Indonesia menjadi 10 besar MK terbaik di dunia. Hamdan Zoelva pun memulihkan kredibilitas MK pascakasus suap Akil Mochtar, beliau pertama menjabat di usia 48 tahun.

 

Hakim MK beralasan perpanjangan masa jabatan jadi open legal policy pembuat UU dan MK tidak pernah ditanya atau dilibatkan dalam pembahasan. Apakah itu bentuk independensi hakim MK saat ini atau harusnya seperti apa MK bisa independen?

Perpanjangan usia ini tidak dijelaskan sama sekali alasannya dalam naskah akademik. Memang aturan tentang usia ialah open legal policy, tetapi open legal policy tidak berarti sesuka hati pembentuk undangundang. Kebebasan ini harus bertanggung jawab dan didasarkan pada pertimbangan akademis yang rasional. (Ind/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya