Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
FORUM Masyrakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) merilis hasil evaluasi kinerja DPR pada masa sidang tahun pertama. Hasilnya, selama masa sidang tahun pertama DPR mendapat nilai buruk terkait transparansi pembahasan Undang-Undang (UU) khususnya UU Cipta Kerja.
"DPR tidak membuka ruang secara luas bagi partisipasi publik dalam pembahasan sehingga memunculkan gelombang protes dan demonstrasi di berbagai daerah. Beberapa RDPU yang menghadirkan sejumlah kelompok untuk memberikan masukan ke DPR hanya merupakan partisipasi formalitas. Pembahasan pun dilakukan tergesa-gesa dalam waktu yang sangat singkat, bahkan di masa pandemi," kata Direktur Eksekutif Formappi, I Made Leo Wiratma, Kamis (5/11).
Padahal sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani yang menjanjikan proses pembahasan Undang-Undang Cipta Kerja bakal bersifat transparan. Namun Formappi menilai pernyataan Puan tersebut tidak terbukti. UU Cipta Kerja juga dibahas secara tergesa-gesa sehingga berdampak pada kualitas UU tersebut.
"Pembahasan yang tergesa-gesa tersebut tidak ideal dan tidak biasa atau abnormal. Situasi ini menimbulkan berbagai dugaan di masyarakat bahwa pengesahan beberapa RUU termasuk RUU Cipta Kerja sarat kepentingan politik dan ada pesan sponsor dari pengusungnya," ungkap Made.
Baca juga : Baleg Sebut Perbaikan UU diperbolehkan Asal tak Ubah Substansi
Selain UU Ciptaker, Formappi juga mengkritik pembahasan UU lain yang dibahas dalam masa sidang pertama DPR. DPR terkesan hanya memprioritaskan pembahasan RUU yang seolah-olah dipesan oleh pemerintah seperti UU Minerba, KPK, dan MK.
"Pembahasan UU ini bisa menjadi contoh bagaimana dorongan kepentingan sepihak DPR dan Pemerintah. Seringnya pembahasan RUU kontroversial seolah-olah menjadi era normal baru bagi DPR," tuturnya.
Pembahasan RUU kontroversial tersebut disebutkan oleh Made berdampak pada kefektifan pembahasan RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas. Tercatat, DPR hanya mampu menyelesaikan 2 RUU Prioritas, yakni RUU Bea Meterai dan RUU Cipta Kerja. Masih menyisakan 35 RUU prolegnas lain.
"11 RUU diantaranya RUU yang masih mungkin bisa diselesaikan DPR hingga akhir tahun karena sudah memasuki tahapan pembentukan, mulai dari penyusunan hingga pembahasan. Sedangkan 24 RUU Prioritas lainnya yang belum digarap sama sekali sangat sulit mengharapkan penyelesaiannya," tegasnya. (OL-7)
KETUA Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang meyakini kelembagaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) sebaiknya tetap dipisah.
Setelah melakukan simulasi, menurut dia, berbagai partai politik tersebut akan memutuskan sikap untuk sistem penyelenggaraan pemilu atau pilkada ke depannya.
Ketua Banggar DPR RI menekankan pembangunan IKN tetap dilanjutkan meski anggarannya memiliki perubahan dari waktu ke waktu.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
DPR menyebut perayaan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus digelar di Jakarta, bukan di Ibu Kota Nusantara atau IKN, Kalimantan Timur karena memakan biaya banyak.
DPR dan pemerintah tidak menyerap aspirasi semua pihak dalam membahas RUU KUHAP.
INDONESIA sebagai negara demokrasi terus berupaya menjalankan pemerintahan yang efektif, responsif, dan berpihak kepada rakyat.
Jika regulasi ini terus ditunda, Indonesia akan semakin tertinggal dan hanya menjadi pasar konsumen teknologi AI dari luar.
"MK sekadar menegaskan bahwa meski DPR dan pemerintah memiliki kewenangan membentuk undang-undang, tapi prosedurnya tidak bisa mengabaikan keterlibatan rakyat,"
KETUA Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan pihaknya siap membahas kembali terkait batas wilayah di seluruh Indonesia bersama pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Zakat adalah kewajiban privat yang pengelolaannya membutuhkan regulasi publik.
Pemohon juga menyoroti tren legislasi yang semakin mengabaikan partisipasi masyarakat yang bermakna.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved