Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Menkeu Dinilai Tak Hormati Kesepakatan Politik

Mediaindonesia.com
25/5/2020 15:27
Menkeu Dinilai Tak Hormati Kesepakatan Politik
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan.(DOK DPR RI)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berkirim surat kepada DPR RI untuk mengonsultasikan kebijakannya yang belakangan banyak dikritik kalangan legislator di Parlemen, terutama Komisi XI DPR RI. Menkeu dinilai minim komunikasi dan tidak menghormati kesepakatan politik yang sudah dibuat bersama Komisi XI DPR RI.

Penilaian ini disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, Jumat (22/5/2020), saat dimintai pandangannya via Whatsapp. Pasca dibanjiri kritik tajam atas kebijakannya menempatkan dana Pemerintah sebesar Rp87,59 triliun di bank-bank penyangga likuiditas, tanpa berkonsultasi lebih dulu dengan Komisi Ekonomi, akhirnya Menkeu minta segera digelar rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI secara virtual.

Permintaan rapat bersama Komisi XI DPR RI tersebut direspons Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto pada 20 Mei 2020, dengan meminta izin kepada Ketua DPR RI yang direncanakan pada Selasa, 26 Mei 2020 mendatang. "Surat itu diteken oleh Sri Mulyani dan ditembuskan kepada Pimpinan DPR RI, Gubernur BI, Ketua Dewan Komsioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS," ungkap politisi Partai Gerindra itu.

Sementara surat dari Ketua Komisi XI DPR RI juga sudah dilayangkan dengan meminta izin Pimpinan DPR untuk menggelar rapat di masa reses, mengingat pentingnya rapat tersebut. Seperti diketahui sebelumnya, ujarnya, sudah ada kesimpulan rapat tanggal 6 Mei 2020 lalu yang berisi Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS akan berkonsultasi dengan DPR RI soal program penyelamatan ekonomian nasional dan prakiraan kebutuhan pembiayaan untuk penyelamatan perekonomian nasional, beserta sumber pembiayaan dan pembagian risiko dan beban.

“Beberapa hari terakhir, kebijakan Sri Mulyani menuai kritik dewan. Pertama, terkait defisit APBN 2020 yang dipatok Rp307,2 triliun atau 1,76% dari PDB yang berubah karena mengacu Perpres Nomor 54 Tahun 2020 dinaikkan menjadi Rp852,9 triliun atau 5,07% dari PDB. Belakangan diubah lagi jadi Rp1.028,5 triliun atau 6,27% dari PDB," papar Hergun, sapaan akrab Wakil Ketua F-Gerindra DPR ini.

Berikutnya, lanjut Hergun, menteri keuangan terbaik sedunia itu dianggap ngawur dan tidak konsisten dalam menyusun skema penempatan dana Pemerintah di bank-bank penyangga likuiditas dalam negeri atau bank jangkar sebesar Rp87,59 triliun. Skema yang Menkeu sampaikan, penempatan dana Pemerintah itu bukan penyangga untuk membantu likuiditas bank.

"Namun, dalam penjelasannya, dinyatakan bahwa bank pelaksana atau bank yang melakukan restrukturisasi kredit/kekurangan likuiditas, menyampaikan proposal penempatan dana kepada bank peserta atau bank jangkar berdasarkan restrukturisasi yang dilakukan, jumlah dana yang dibutuhkan, dan seterusnya," ungkapnya lagi.

Hergun menyerukan agar Menkeu berkonsultasi langsung dengan Komisi XI DPR RI dalam setiap pengambilan keputusan krusial menyangkut perekonomian nasional, bukan bicara ke media. "Setelah diteriakin, baru minta rapat. Ini negara demokrasi, ada tataran antara eskekutif, legislatif, dan yudikatif. Semoga dukungan politik DPR kepada Pemerintah tidak disalahartikan oleh Menkeu. Belajarlah menghormati kesepakatan politik yang sudah dibuat," harap legislator dapil Jawa Barat IV ini. (RO/OL-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya