Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
KOMISI Pemilihan Umum akan melakukan uji coba sistem rekapitulasi elektronik (e-rekap) dan salinan digital pada Pemilu Serentak 2020. Uji coba itu menjadi proyek percontohan untuk Pemilu 2024.
"Jadi, ini untuk memangkas durasi yang panjang," kata Ketua KPU Arief Budiman dalam acara diskusi yang digelar News Research Center (NRC) Media Group News di Jakarta, kemarin.
Arief mengatakan aplikasi e-rekap hasil pengembangan KPU dengan menggandeng Institut Teknologi Bandung (ITB) itu telah selesai. Kajian seperti faktor hukum dan simulasi juga sudah dilakukan. KPU saat ini akan segera merumuskan peraturan KPU untuk diusulkan ke pemerintah dan DPR.
"Apabila bisa menerima ide yang kita miliki, ini akan mendukung proses implementasi aplikasi tersebut," ujarnya.
Arief meyakini sistem e-rekap dan salinan digital akan mengurangi durasi dan beban penyelanggara pemilu. Bahkan, pemilu akan lebih ramah lingkungan. "Jadi dapat menghemat kertas untuk produksi formulir dan bahan untuk rekapitulasi."
Arief juga mengusulkan salinan digital dapat diakses seluruh peserta pemilu. Aplikasi itu nantinya diusulkan untuk menyimpan seluruh data kepemiluan, seperti data pengurus parpol dari kecamatan hingga pusat, data konsti-tuen tiap kabupaten/kota, alamat kantor parpol, dana kampanye, dan perolehan hasil suara.
"Data itu nanti terkoneksi dengan server KPU. Jadi enggak perlu lagi bawa dokumen yang bertruk-truk itu. Tinggal dicek di aplikasi itu. Sistem kita sudah mampu membaca itu," jelasnya.
Arief menjelaskan sistem e-rekap akan mampu memangkas proses penghitungan suara menjadi lebih cepat. Targetnya, dalam waktu 5 hari KPU sudah bisa mengumumkan hasil pelaksanaan pilkada provinsi. Bahkan untuk pilkada kabupaten/kota, Arief menuturkan, hasilnya bisa diketahui lebih cepat.
Amendemen UUD
Masih dalam diskusi yang digelar di Kantor Media Group itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai NasDem, Willy Aditya, menyebutkan sedang diinisiasi usulan amendemen terbatas pada satu pasal tentang keserantakan pemilu yang ada dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Kalau pemilunya serentak, hampir semua partai di DPR menolak. Kemarin kita evaluasi, disepakati untuk amendemen khusus satu pasal agar keserentakan tidak kita pakai," ungkap Willy.
Jika mengacu pada UUD 1945, soal pemilu diatur dalam Pasal 22-e. Besar kemungkinan pasal itulah yang diwacanakan akan mengalami amendemen atau perubahan.
Willy menjelaskan sejumlah partai sudah menyepakati rencana amendemen terbatas tentang keserentakan pemilu tersebut, antara lain PAN, Golkar, PKS, juga PKB.
"Partai-partai ini akan bikin tim bersama untuk amendemen khusus keserentakan," tuturnya.
Menurut Willy, pelaksanaan pemilu serentak amat memberatkan partai ataupun penyelenggara dalam hal ini KPU. Selain itu, pemilu serentak membuat hasil pileg terbaru tidak dapat dijadikan acuan sebagai ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
"Karena itu, sebaiknya pileg terlebih dahulu sehingga bisa memakai hasilnya sebagai threshold pencalonan presiden," ujarnya.
Willy mengatakan dalam waktu dekat partai-partai yang telah sepakat melakukan amendemen keserentakan pemilu akan bersurat kepada pimpinan MPR.(Medcom/X-10)
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Saat ini fokus menyusun dokumen brief policy yang akan memuat sejumlah poin evaluasi dan catatan penting dari pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pilkada sebelumnya.
Betty menjelaskan saat ini belum ada pembahasan khusus antara KPU dan semua pemangku kepentingan pemilu terkait e-voting.
Netralitas ASN merupakan salah satu isu krusial yang harus ditangani dengan penuh komitmen dan kokohnya peran Kemendagri dalam menangani permasalahan tersebut.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
Banyak negara yang meninggalkan e-voting karena sistem digitalisasi dalam proses pencoblosan di bilik suara cenderung dinilai melanggar asas kerahasiaan pemilih
WAKIL Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto mengatakan penggunaan teknologi perhitungan suara atau rekapitulasi suara secara elektronik (e-rekap) menjadi hal krusial.
Uji coba sirekap untuk melihat kendala yang mungkin muncul.
Proses rekap-e sudah dipersiapkan sejak 2019. Meski demikian, penghitungan suara secara manual tetap dilakukan di tempat pemungutan suara.
Disampaikan Abhan, dalam penerapan rekapitulasi elektronik, akan ada sejumlah tantangan yang dihadapi KPU.
Penggunaan rekapitulasi elektronik (rekap-E) dapat memotong proses penghitungan suara yang biasanya memakan waktu berhari-hari mulai tingkat TPS hingga KPU daerah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved