Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MAJELIS hakim memberikan tiga petimbangan untuk memvonis bebas terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1, Sofyan Basir.
Pertimbangan pertama yaitu majelis hakim menilai bahwa mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) itu tidak mengetahui suap yang diberikan oleh pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
"Menimbang bahwa terhadap catatan fee tersebut yang merupakan catatan sendiri Kotjo sebagaimana yang diterangkan Setya Novanto tidak mengetahui catatan fee tersebut dan dirinya mendapat bagian sesuai bagian di atas," kata anggota Majelis Hakim, Anwar, saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (4/11).
Sedangkan terdakwa selaku Dirut PT PLN sebagai pihak yang menandatangani kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Batu Bara Mulut Tambang Riau-1, PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd), serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd). Tidak tercantum atau bukan sebagai pihak yang menerima fee.
"Terdakwa Sofyan Basir tidak mengetahui dan tidak memahami akan adanya fee yang akan diterima oleh Kotjo, serta kepada siapa saja fee tersebut akan diberikan," jelas Anwar.
Bahwa sejalan apa yang diungkapkan oleh Eni dan Kotjo yang juga perkaranya sudah diputus pengadilan tindak pidana korupsi pada PN Jakarta Pusat yang telah memiliki kekuatan hukum tetap bahwa terdakwa tidak mengetahui penerimaan fee secara bertahap tersebut.
Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 185 Ayat (1) KUHP yang mengatakan keterangan saksi sebagai alat bukti ialah keterangan apa yang saksi sampaikan.
Adapun pertimbangan kedua yaitu pertemuan yang dilakukan terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto, Eni, dan Kotjo di kediaman Novanto. Pertemuan itu untuk membicarakan kesepakatan dalam rangka pelaksanaan proyek PLTU Riau-1.
"Menimbang bahwa pertemuan-pertemuan tersebut adalah terdakwa Sofyan Basir ada sekitar 5 kali pertemuan, yang selalu didampingi oleh Supangkat Iwan Santoso karena dia yang lebih menguasai sebagai Direktur Pengadaan Strategis. Dan jika ada pertanyaan maka dia yang memberikan jawaban," tandas Anwar.
Semua pertemuan tersebut sebagaimana yang diungkap Iwan bahwa kalau Eni tidak ada memberi pendapat dan masukan, lebih banyak bersikap pasif.
Baca juga: Keluar Rutan KPK, Sofyan Basir Hirup Udara Bebas
Menimbang bahwa seringnya pertemuan dilakukan tersebut karena belum adanya kesepakatan antara PT PLN dan CHEC, Ltd yaitu berkaitan dengan masa tenggang waktu kontrol antara PT PLN yang memutuskan tenggat 15 tahun. Sedangkan CHEC, Ltd meminta waktu 20 tahun.
"PT PLN juga menginginkan kendali manajemen dilakukan secara sedangkan CHEC, Ltd menginginkan kendali dipegang yang bersangkutan dan tingkat suku bunga saham dan pinjaman proyek," ucap Anwar.
Selain itu, pertimbangan ketiga yang membebaskan ialah terdakwa selaku Dirut PT PLN melakukan pertemuan dengan proyek PLTU Mulut Tambang Riau-1 karena hanya ini mewujudkan program listrik nasional.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
"Jadi jelas percepatan tersebut bukan karena keinginan terdakwa sendiri dan bukan karena adanya pesanan dari Eni atau pun Kotjo. Dan penandatanganan PLTU Mulut Tambang Riau-1 yang dilakukan oleh terdakwa setelah mendapat persetujuan dan pengetahuan dari semua direksi PT PLN Persero," ucap Anwar.
Bahwa adanya tindakan terdakwa selaku Dirut PT PLN yang telah menandatangani kesepakatan IPP PLTU Mulut Tambang Riau-1 antara PJBI dan BNR, Ltd serta CHEC, Ltd di mana percepatan penandatangan tersebut bukan keinginan terdakwa maupun Eni.
"Dan PT PLN Persero dengan memiliki saham 51% tanpa membebani keuangan PT PLN yang justru itu mendapatkan keuntungan, sedangkan terkait pemberian uang yang diterima oleh Eni dari Kotjo yang diberikan secara bertahap sebesar Rp4,75 miliar adalah tanpa sepengetahuan terdakwa Sofyan Basir," ucapnya.
Sehingga, tidak ada kaitannya dengan proyek PLTU Riau-1 karena proyek tersebut adalah sesuai ketentuan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
"Menimbang bahwa dengan demikian terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti melakukan perbantuan sebagaimana dakwaan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-2 KUHP," tegasnya.
Oleh karena terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipik perbantuan sebagaimana dalam dakwaan pertama.
Sehingga majelis hakim berkesimlulan bahwa terdakwa Sofyan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbantuan
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbantuan sebagaimana didakwakan penunut umum dalam dakwaan pertama dan kedua.
Oleh karena itu, maka terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan. Sehingga hak-hak terdakwa dalam hal kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dipulihkan.
"Diperintahkan untuk dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan diucapkan," cetusnya.
Selain itu, majelis hakim meminta terhadap pemblokiran bank atas nama terdakwa Sofyan Basir dan keluarga serta pihak terkait lainnya oleh karena terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan sebagaimana yang didakwakan penuntut umum maka diperintahkan untuk membuka blokir rekening.
Ketua Majelis Hakim, Hariono, menyatakan, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama dan kedua.
"Membebaskan terdakwa Sofyan Basir karena itu dari segala dakwaan. tiga memerintahkan terdakwa Sofyan segera dibebaskan dari tahanan dan memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan harkat serta martabatnya," kata Hariono. (OL-1)
Kenapa mereka berani mengusutnya? Apakah memang penegak hukum sudah kembali ke jalur yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
Kenapa Mega melakukan blunder seperti itu? Akankah langkahnya justru akan menjadi bumerang?
Maukah KPK mengoptimalkan momentum ini untuk meninggalkan legacy yang baik?
KPK telah menetapkan lima tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek Bandung Smart City.
Strategi penanggulangan korupsi dimulai dari memupuk nilai integritas.
Yosep Hidayah, terdakwa kasus pembunuhan istri dan anaknya, Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu alias Amel, menghadapi sidang vonis di PN Subang.
Akhirnya Satgas hanya melakukan penyegelan kantor. Pihak kepolisian berada di ROP selama satu jam dari pukul 10.00 WIB hingga 11.00 WIB.
Saat diberi kesempatan tanggapan oleh ketua hakim, terdakwa menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah meminta untuk menghancurkan barang bukti.
Sebagaimana dikemukakan majelis hakim dalam persidangan, bahwa Jokdri sama sekali tidak terkait dengan perkara pengaturan skor sebagaimana yang ditangani satgas anti mafia bola.
PENGADILAN niaga Madrid, Spanyol, mengeluarkan putusan awal bahwa FIFA maupun UEFA dilarang mencegah rencana pembentukan Liga Super Eropa,
Mahkamah Agung Spanyol kemudian menolak argumen bahwa Kerad Project adalah perusahaan palsu dan memastikan perusahaan itu melakukan kerja secara legal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved