Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS) melakukan investigasi terhadap meninggalnya beberapa orang saat aksi unjuk rasa pada 23-30 September 2019 di beberapa kota. Hasil investigasi tersebut menemui kejanggalan terhadap meninggalnya Akbar Alamsyah, salah satu korban di Jakarta.
Kepala Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS Rivanlee Anandar menyebut kejanggalan pertama adalah soal informasi yang terus bertentangan antara pihak kepolisian dan Rumah Sakit Pelni sehingga menyulitkan pihak keluarga untuk bertemu dengan Akbar.
Sebelumnya Akbar dinyatakan hilang sejak dini hari tanggal 26 September 2019 karena terpisah dengan rekan-rekannya saat mengikuti aksi unjuk rasa. Berdasarkan informasi tetangga, Akbar dikabarkan berada di Polres Jakarta Barat. Saat disambangi, Rivanlee menyebut salah satu petugas di sana memberitahu kakak Akbar bahwa ia tidak bisa ditemui.
Lalu muncul informasi dari tetangga Akbar yang mengatakan bahwa Akbar berada di Rumah Sakit Pelni.
"Dan ternyata benar Akbar sejak tanggal 26 malam dini hari sudah ada di RS Pelni dan dinamai Mr. X karena tidak ada identitasnya," terang Rivalnee di kantor KontraS, Senin (14/10).
Baca juga: Akbar, Korban Demonstrasi di DPR Meninggal Saati Dirawat di RSPAD
Namun, pihak keluarga kembali tidak dapat bertemu dengan Akbar karena ia sudah dirujuk ke RS Polri, Kramat Jati lantaran terdapat luka berat di kepala Akbar sehingga membutuhkan perawatan khusus.
Saat di RS Polri, lanjut Rivalnee, pihak keluarga mendapat kesulitan untuk menjenguk Akbar. "Karena berada di ruang ICU, sampai-sampai keluarga korban harus dijaga ketat oleh kepolisian untuk bertemu dengan Akbar."
Penjagaan ketat pihak kepolisian terus berlangsung sampai Akbar dipindah ke RSPAD Gatot Soebroto untuk perawatan yang lebih intensif dan pada akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Kejanggalan kedua adalah kondisi fisik Akbar. Saat keluarga menemui Akbar di RS Polri, wajah dan kepala Akbar sudah lebam-lebam dan memar. Berdasarkan keterangan dari keluarga, kepala Akbar mengalami pembesaran. Pihak keluarga juga tidak mengetahui penyebabnya.
Terakhir adalah ihwal keluarnya surat penetapan tersangka tanggal 26 September terhadap Akbar yang baru diterima keluarga pada 1 Oktober. Belakangan, surat tersebut akhirnya ditarik oleh pihak kepolisian dengan alasan terdapat kesalahan nama.
"Terkait dengan kejanggalan-kejanggalan pada kasus kematian Akbar ini, kami masih berusaha mengumpulkan informsi-informasi yang akurat terkait apa yang sebenarnya terjadi," pungkas Rivalnee.(OL-4)
Unjuk rasa tersebut merupakan reaksi terhadap operasi penangkapan besar-besaran yang dilakukan Lembaga Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) terhadap para migran tidak berdokumen.
Wakil Gubernur California, Eleni Kounalakis, berencana mengajukan gugatan hukum atas keputusan Presiden Donald Trump yang mengerahkan Garda Nasional.
Penegak hukum di Los Angeles bersiap menghadapi malam yang penuh ketegangan usai demonstrasi terkait penggerebekan imigrasi.
Wali Kota LA, Karen Bass, mengatakan tidak ada kebutuhan menurunkan pasukan federal dan kehadiran Garda Nasional menciptakan kekacauan yang disengaja.
LAPD menyatakan unjuk rasa di luar Pusat Penahanan Metropolitan sebagai perkumpulan ilegal dan mengizinkan penggunaan peluru tak mematikan.
Penyidik mengatakan Mohammed Sabry Soliman merencanakan pelemparan bom molotov ke demonstran pawai untuk sandera Israel, selama satu tahun.
Gedung Putih menegaskan akan menyelidiki siapa dalang dibalik pemberontakan di wilayah Los Angeles, California, Amerika Serikat.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Impas) Agus Andrianto diminta tanggung jawab karena gagal mengelola lembaga pemasyarakatan (lapas).
Sebanyak 56 narapidana dari Lapas Narkotika Muara Beliti yang berbuat kerusuhan dipindahkan ke Lapas dengan pengamanan super maksimum di Pulau Nusakambangan.
KERUSUHAN terjadi di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Narkotika Muara Beliti, Kabupaten Musi Rawas, Sumatra Selatan. Kini dilaporkan kondisinya sudah kondusif
1 Mei diperingati Hari Buruh Sedunia atau May Day. Hari tersebut adalah sebuah peringatan atas solidaritas pekerja yang merujuk pada peristiwa kerusuhan Haymarket
MK memutuskan tindakan penyebaran informasi atau dokumen elektronik yang memuat pemberitahuan bohong atau hoaks dapat dipidana jika menimbulkan kerusuhan di ruang fisik. UU ITE
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved