Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

DPR Sulit Larang Eks Koruptor Maju Pilkada

Putri Rosmalia
02/8/2019 09:05
DPR Sulit Larang Eks Koruptor Maju Pilkada
Anggota Komisi II DPR RI Zainudin Amali(ANTARA/Reno Esnir)

LANGKAH membatasi eks narapidana kasus korupsi untuk maju memperebutkan kursi kepala daerah sulit dilakukan di ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Pasalnya, tidak cukup waktu untuk merevisi Undang-Undang Pilkada yang memboleh-kan eks koruptor berlaga di pilkada.

"Begini, ini sama ketika kita membicarakan eks koruptor untuk nyaleg. Saya sudah bilang pasti ini akan susah karena UU-nya membolehkan," ujar anggota Komisi II DPR RI Zainudin Amali, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Amali mengatakan undang-undang yang digunakan untuk Pilkada 2020 masih Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.

"Di situ masih dibolehkan. Sama seperti UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang kemudian kita coba berimprovisasi membuat peraturan KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang berbeda dengan norma yang ada di UU. Begitu masuk ke MA dibatalkan lagi," ujar Amali.

Bila upaya yang sama lewat peraturan KPU dilakukan kembali untuk pilkada seperti untuk pemilu serentak 2019, ia yakin kondisinya akan sama. MA akan membatalkan karena bertentangan dengan undang-undang. "Jadi menurut saya kita agak dilema. Mau mengubah undang-undang waktunya sudah mepet, dan saya tidak yakin kalau kita mengubah satu pasal, kemudian hanya satu pasal itu. Pasti ada rembetannya lagi ke pasal lain."

Amali mengatakan hal yang paling mungkin dilakukan untuk Pilkada 2020 ialah dengan mengumumkan calon-calon yang merupakan mantan koruptor pada masyarakat. Publikasi harus dibuat seluas-luasnya agar masyarakat tidak memilih sosok eks koruptor.

Terbitkan Perppu

Wakil ketua Komisi II DPR Herman Khaeron menawarkan opsi penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

"Kalau melihat waktu memang yang memungkinkan perppu. Pada waktu saat perppu itu diturunkan presiden tentu langsung berlaku. Nah perppu memang yang paling memungkinkan," ujarnya.

Senada dengan Amali, Herman mengatakan bila melalui revisi UU, waktu yang tersedia sudah tidak mencukupi. Itu karena masa jabatan DPR yang hampir habis dan proses Pilkada 2020 yang akan segera berjalan.

Herman menjelaskan tahapan pilkada serentak akan berlangsung pada 23 September 2020. Waktu mulai pendaftaran bakal calon kepala daerah ialah Maret 2020.

"Rasanya tidak akan cukup karena prolegnas dan prioritas juga baru akan ditetapkan pada 2020. Nah oleh karena itu kalau memang peraturan KPU tersebut bertentangan dengan UU dan membutuhkan revisi tentu tinggal perppu dan kalaupun akan menyusun UU revisinya tentu ini revisinya akan dilakukan di periode yang akan datang," ujar Herman.

Di ajang Pemilu Legislatif 2019, KPU sempat menerbitkan PKPU yang melarang eks terpidana kasus korupsi mencalonkan diri menjadi calon anggota parlemen. Namun, peraturan tersebut digugat ke Mahkamah Agung dan MA memutuskan untuk membatalkan PKPU itu karena bertentangan dengan UU Pemilu.

KPU kemudian hanya bisa mengumumkan nama-nama calon anggota legislatif yang pernah menjadi terpidana korupsi melalui laman daring KPU. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya