Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PENELITI Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana menilai keputusan Mahkamah Agung atas kasasi yang dilakukan terdakwa kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Tumenggung, akan berimplikasi buruk kepada tingkat kepercayaan publik kepada lembaga peradilan di Indonesia.
Dalam putusannya, MA menyatakan Syafruddin dilepaskan karena meski perbuatan dalam dakwaannya terbukti namun tidak memiliki unsur pidana.
“Padahal pada pengadilan sebelumnya, Syafruddin dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam perkara ini, sehingga yang bersangkutan dijatuhi hukuman selama 15 tahun penjara. Tentu putusan ini akan berimplikasi serius pada tingkat kepercayaan publik pada lembaga peradilan,” tutur Kurnia dalam keterangan persnya, Rabu (10/7).
ICW menilai langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membawa perkara rasuah ke ranah pidana sudah tepat. ICW melihat adanya mens rea dari Sjamsul Nursalim saat menjaminkan asetnya yang seolah–olah bernilai sesuai dengan perjanjian Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA), pada kemudian hari ditemukan persoalan.
Baca juga: MA Bebaskan Syafruddin Temenggung
Kurnia menyebut logika pihak-pihak yang selalu menggiring isu ini ke hukum perdata dapat dibenarkan jika selama masa pemenuhan kewajiban dalam perjanjian MSAA, pihak yang memiliki hutang tidak mampu melunas. Bukan mengelabui pemerintah dengan jaminan yang tidak sebanding.
“Sudah ada tiga putusan pengadilan yang membenarkan langkah KPK. Mulai dari praperadilan, pengadilan tingkat pertama dan pada fase banding, ketiganya menyatakan langkah KPK yang menyimpulkan perkara yang melibatkan Syafruddin Arsyad Tumenggung murni pada rumpun hukum pidana telah benar. Jadi tidak ada landasan hukum apapun yang membenarkan perkara ini berada dalam hukum perdata ataupun administrasi,” tegas Kurnia.
Kurnia juga tidak sependapat dengan anggapan keputusan MA dapat menggugurkan penyidikan KPK atas dua tersangka lainnya yakni Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Pendapat tersebut dipandang keliru mengingat Pasal 40 UU KPK telah menegaskan KPK tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sehingga KPK tetap dapat melanjutkan penyidikan dan bahkan melimpahkannya ke persidangan.
“ICW menuntut KPK tetap mengusut tuntas perkara yang melibatkan dua tersangka lainnya, yakni Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sembari mengupayakan memaksimalkan pemulihan kerugian negara sebesar Rp4,58 triliun,” tegas Kurnia.
Sedangkan terkait keputusan aneh dari hakim kasasi MA, ICW menuntut Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memeriksa Hakim yang mengadili perkara Syafruddin Arsyad Tumenggung. Jika memang ditemukan adanya pelanggaran, hakim harus segera dijatuhi hukuman.
Sebagaimana diketahui, Syafruddin telah memperkaya salah satu obligor, Sjamsul Nursalim (Pemegang Saham Pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia), sebesar Rp4,58 triliun atas dasar pengeluaran Surat Keterangan Lunas (SKL). Padahal yang bersangkutan mengetahui aset yang dijaminkan oleh Nursalim berstatus misrepresentasi, sehingga tidak layak diberikan SKL. Pengeluaran SKL ini berdampak serius, karena mengakibatkan hak tagih negara menjadi hilang pada Nursalim.
Jumlah kewajiban Sjamsul Nursalim adalah sebesar Rp47,2 triliun (angka ini diperoleh berdasarkan kucuran BLBI yang diterima oleh BDNI dan total dana nasabah). Pada masa itu, Nursalim mengklaim memiliki aset sebesar Rp18,8 triliun, salah satunya diperoleh dari pinjaman petani/petambak PT Dipasena sebesar Rp4,8 triliun. Jadi jumlah kewajiban Nursalim dikurangi dengan aset yang ia miliki adalah senilai Rp28 triliun.
Persoalan pun timbul, aset senilai Rp4,8 triliun yang dijaminkan Nursalim kepada negara untuk melunasi hutang-hutangnya ternyata bermasalah. Kesimpulan ini bukan tanpa dasar, saat itu BPPN telah melakukan dua model audit, yakni Financial Due Dilligence dan Legal Due Dilligence, kesimpulannya menerangkan aset dikategorikan sebagai misrepresentasi atau tidak sesuai dengan nilai yang disebutkan. Tentu ini menimbulkan persepsi ada niat jahat (mens rea) dari Nursalim untuk mengelabui negara atas pelunasan hutangnya.(OL-5)
Kenapa mereka berani mengusutnya? Apakah memang penegak hukum sudah kembali ke jalur yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
Kenapa Mega melakukan blunder seperti itu? Akankah langkahnya justru akan menjadi bumerang?
Maukah KPK mengoptimalkan momentum ini untuk meninggalkan legacy yang baik?
KPK telah menetapkan lima tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek Bandung Smart City.
Strategi penanggulangan korupsi dimulai dari memupuk nilai integritas.
Mobil diserahkan Dadan dan istri ke Rumah penyimpanan Benda Sitaan dan Barang Rampasan KPK di Jakarta Timur
KELUARGA korban kecewa atas putusan Mahkamah Agung (MA), meski telah membatalkan vonis bebas terhadap dua polisi terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan.
KEPOLISIAN Daerah Jawa Timur menyerahkan seluruhnya pada proses hukum, setelah Mahkamah Agung (MA) menerima kasasi Jaksa Penuntut Umum.
KELUARGA korban Tragedi Kanjuruhan akan terus menuntut restitusi dan menagih sikap tegas Polri menindak anggotanya yang bersalah usai putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).
SETIAP ada penangkapan atas hakim, perih terasa selalu berganda.
MENTERI Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD tampaknya tidak lagi berpikir untuk melakukan pembenahan sektor hukum di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved