Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Kuasa Hukum Klaim Ratna tidak Menimbulkan Keonaran di Masyarakat

Rifaldi Putra Irianto
25/6/2019 13:20
Kuasa Hukum Klaim Ratna tidak Menimbulkan Keonaran di Masyarakat
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet (tengah) didampingi anaknya artis Atiqah Hasiholan (kiri)(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

KUASA hukum Ratna Sarumpaet, Insank Nasaruddin, menilai perbuatan kliennya tidak menimbulkan keonaran di masyarakat. Hal ini disampaikan dalam pembacaan duplik sebagai tanggapan atas replik Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Bahwa demonstrasi sebanyak kurang lebih 20 orang dari Lentera Muda Nusantara, orasi para aktivis dan konprensi pers serta cuitan-cuitan twitter atau postingan facebook, pro dan kontra di media sosial yang tidak berdampak pada bentrokan fisik, korban jiwa atau harta benda, rusaknya fasilitas umum serta tidak dibubarkan oleh kepolisian, tidak dapat dimaknai sebagai bentuk keonaran. Hal itu sebagaimana maksud Pasal 14 ayat (1) UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," kata Insank dalam persidangan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (25/6).

Ia menegaskan JPU tidak dapat memberikan contoh bentuk keonaran, dan hanya mengartikan maknanya saja.

"Bahwa replik JPU pada point ini hanya mengartikan makna keonaran tanpa memberikan bentuk atau contoh keonaran itu sendiri dan Jaksa Penuntut Umum mengartikan keonaran hanya berdasarkan pendapat ahli yang diajukan oleh JPU," ucapnya.

Baca juga: Kuasa Hukum Ratna: JPU Keliru Tafsirkan Kata Memberitahu

Sementara, menurut ahli yang dihadirkan pihaknya, silang pendapat di media sosial atau adanya pro kontra di dunia maya dalam konteks berita bohong sebagai keonaran merupakan suatu penilaian imajinasi dan keliru, sebab tidak ada keonaran di media sosial.

"Sebagaimana telah diterangkan dipersidangan oleh Ahli ITE dari Kemkominfo, Teguh Arifiyadi. Dalam dunia informasi dan transaksi elektronik tidak ada yang namanya keonaran, karena sangat sulit untuk mengukur keonaran di media sosial yang ada hanyalah trending topic," tuturnya.

Ia pun menjelaskan kliennya telah menyelenggarakan konferensi pers permohonan maaf ke publik.

"Sehingga unsur menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sebagaimana maksud Pasal 14 ayat (1) UU tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum," pungkasnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya