Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Keluhan BPN Soal MK tidak pada Tempatnya

Putri Rosmalia Octaviyani
28/5/2019 12:10
Keluhan BPN Soal MK tidak pada Tempatnya
Wakil Ketua TKN Arsul Sani(MI/Rommy Pujianto)

KETUA Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto (BW), mengatakan Mahkamah Kontitusi (MK) seharusnya tidak hanya bekerja berdasarkan teknis penghitungann rekapitulasi suara. Pernyataan itu dianggap merendahkan kinerja MK dan menjadikan MK hanya sebatas mahkamah kalkulator.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin, Arsul Sani, mengatakan keluhan BPN itu tidak pada tempatnya. Keluhan mengenai tugas MK seharusnya disampaikan ke DPR sebagai pembuat undang-undang.

“Pak BW harusnya bilang kepada DPR, pembentuk UU. Termasuk kepada 4 fraksi yang ada di koalisi 02 itu loh,” ujar Arsul, di gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/5).

Arsul menegaskan seharusnya keluhan disampaikan ketika DPR tengah melakukan pembahasan UU Pemilu. Ia heran pandangan mengenai tugas MK yang dianggap tidak sesuai sebagai pengawal konstitusi tidak pernah muncul dalam pembahasan UU Pemilu di DPR.

“Pertanyaan saya, kenapa tidak bilang waktu pembahasan ya. Inget loh di Pansus RUU Pemilu itu pimpinannya empat dan tiga dari koalisi 02. Sebelum keluarkan narasi seperti itu, Pak BW harusnya tanya dulu, mengapa engkau teman-teman 3 fraksi dulu merumuskannya seperti ini?” tuturnya.

Baca juga: PAN Sebut Tim Hukum BPN Politisasi Proses Hukum

Sementara itu, pakar komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan narasi yang disampaikan BPN tentang MK seharusnya tidak dikeluarkan. Narasi itu bermakna tidak baik dan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada MK.

“Narasi ini berpotensi membangun makna yang sangat tidak baik bagi sebuah institusi negara yang sedang mengemban tugas mulia konstitusionalnya,” ujar Emrus.

Seperti diketahui, ketika melaporkan gugatan ke MK, BW mengatakan MK seharusnya tidak memutuskan hasil pemilu berdasarkan hitung-hitungan suara saja. Jika MK hanya menentukan pemenang pemilu berdasarkan benar atau salahnya rekapitulasi suara, itu membuat MK menjadi Mahkamah Kalkulator.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya