Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Di Sidang DKPP, KPU dan OSO Berkukuh dengan Pendiriannya

Dero Iqbal Mahendra
13/2/2019 13:07
Di Sidang DKPP, KPU dan OSO Berkukuh dengan Pendiriannya
(MI/Susanto)

DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyelenggarakan sidang perdana dugaan pelanggaran kode etik terhadap KPU dan Bawaslu terkait pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai calon legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Sidang dipimpin oleh Ketua DKPP Harjono, didampingi anggota DKPP Teguh Prasetyo, Alfitra Salamm, dan Ida Budhiyanti. Dari pihak terlapor dihadiri pengacara OSO, Herman Kadir dan Dodi S Abdulkadir.

Sedangkan pihak terlapor hadir Ketua KPU Arief Budiman serta komisioner Ilham Saputra dan Evi Novida Ginting Manik. Sedangkan dari pihak Bawaslu dihadiri Ketua Bawaslu Abhan serta anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar dan Ratna Dewi Pettalolo.

Dodi dalam paparan pihak pelapor menyampaikan pihak KPU melakukan pelanggaran karena tidak mencantumkan nama OSO dalam daftar pemilih tetap (DPT) DPD sebagaimana keputusan Bawaslu pada tanggal 9 Januari 2019.

Baca juga: OSO Sebut Kader yang Minta Dirinya Mundur Sebagai Pengkhianat

Dalam putusannya, Bawaslu meminta KPU memasukkan nama OSO ke dalam daftar pemilih dan mewajibkan OSO untuk mengundurkan diri jika memang nanti dirinya terpilih sebagai caleg DPD.

"Berita acara tersebut tidak sesuai dengan putusan Bawaslu, KPU dalam menjalankan putusan tetap meminta surat pengunduran diri kepada OSO yang masih menjabat sebagai Ketua Umum Hanura, dengan berpegangan pada putusan MK sebelum dimasukkan ke dalam DCT," tutur Dodi dalam sidang DKPP, di Jakarta, Rabu (13/2).

Dodi beranggapan berita acara yang dikeluarkan KPU terkait daftar nama caleg DPD tersebut belum menjalankan putusan Bawaslu.

"Itu bukan pelaksanaan atau tidak lanjut karena surat itu bukan keputusan baru yang mencantumkan kembali daftar calon tetap dan mencantumkan OSO sebagai calon anggota DPD. Dengan begitu terlapor belum menjalani putusan Bawaslu," tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU Arief Budiman menekankan pihaknya berpegang teguh kepada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 30 Tahun 2018 terkait pelarangan calon DPD dari pengurus partai politik yang putusannya bersifat final dan mengikat.

Keputusan MK tersebut, menurut Arief, juga langsung berdampak pelaksanaannya pada Pemilu 2019 sehingga KPU menyesuaikan dengan putusan tersebut.

"Faktanya yang bersangkutan tidak pernah menaati putusan MK dan PKPU No. 26 tahun 2018 sebagai dasar hukum yang sah dengan tidak menyerahkan syarat pengunduran diri sebagai pengurus parpol kepada KPU dan terkesan mengabaikan," tutur Arief.

Lebih lanjut, Arief membeberkan fakta yang menunjukkan 222 caleg DPD lain mampu dan mau menyerahkan surat pengunduran diri di kepengurusan partai politik. Selain itu, berdasarkan putusan Bawaslu terkait dugaan pelanggaran administrasi kepada Bawaslu atas laporan dari pengadu tertanggal 5 Oktober 2018, Bawaslu berpendapat teradu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi pemilu.

"Dalam pertimbangan putusan Bawaslu, tindakan para teradu yang memberlakukan syarat mundurnya para caleg DPD dari pengurus parpol merupakan tindak lanjut putusan MK No. 30 sebelum penetapan DCT DPD bukan suatu pelanggaran tata cara mekanisme pemilu 2019," ungkap Arief.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya