Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Nyanyian tidak Relevan

Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
07/8/2017 05:07
Nyanyian tidak Relevan
(MI/Rommy Pujianto)

KASUS Novel Baswedan kian seru menjadi pembicaraan di tengah masyarakat setelah Novel sendiri 'bernyanyi' bahwa ada jenderal polisi yang masih aktif yang 'terlibat' dalam kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.

Siapa gerangan sang jenderal, Novel tidak membukanya sehingga menambah misterius 'nyanyian' Novel.

Harus dikatakan bahwa Novel, mantan perwira menengah polisi itu, sesungguhnya tidak percaya kepada almamaternya itu.

Karena itu, kiranya ia tidak akan membuka isi 'nyanyian' itu kepada kepolisian, apa dan siapa sang jenderal yang dimaksud.

Sebaliknya, konon di institusi kepolisian Novel menjadi 'nyanyian tersendiri', merupakan contoh buruk tentang seorang junior yang tidak menghormati senior, yaitu dalam tata cara penanganan kasus korupsi pengadaan driving simulator di Korps Lalu Lintas Polri yang melibatkan Irjen Djoko Susilo.

Novel yang memimpin penyidikan terhadap perwira tinggi polisi bintang dua itu.

Kasus Novel kian seru mendapat perhatian publik karena terjadi di tengah gencarnya KPK membongkar dan membawa ke pengadilan korupsi KTP-E.

Muncul spekulasi bahwa penyiraman air keras terhadap Novel merupakan teror kepada KPK untuk menghentikan perkara KTP-E.

Persepsi yang sama juga menimpa Panitia Angket KPK.

Pertama, karena DPR membentuknya di tengah kehebohan kasus KTP-E.

Padahal, ini yang kedua, kasus itu melibatkan anggota DPR, antara lain Agun Gunanjar yang gencar 'bernyanyi' perihal keburukan KPK.

Namun, sekarang publik bisa melihat bahwa KPK terus bekerja keras dan berani membongkar kasus KTP-E, antara lain dengan menjadikan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka.

Dari segi pembentukan opini publik, KPK dikesankan berani menjadikan kelas kakap sebagai tersangka.

Kesan tebang pilih sepertinya hilang, padahal kenyataannya banyak nama yang disebut dalam perkara itu, antara lain dua gubernur dan mantan mendagri, yang seakan lenyap setelah Novanto dijadikan tersangka.

Sebaliknya, di tengah kontroversi yang melilitnya, Panitia Angket KPK pun terus bekerja dengan caranya, antara lain meminta kesaksian Yulianis, mantan anak buah M Nazaruddin.

'Nyanyian' Yulianis sumbang sekali, mengindikasikan sejumlah 'cacat' KPK.

Pertama, KPK selalu mengistimewakan Nazaruddin.

Kedua, pemimpin KPK Adnan Pandu Praja menerima uang Rp1 miliar dari Nazaruddin.

Ketiga, pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto menolak menghadirkan Edhie Baskoro, putra SBY, dalam kasus-kasus Nazaruddin karena merupakan teman.

Semua 'nyanyian' Yulianis itu kiranya bukan asal bunyi.

KPK tidak boleh semata menjawabnya secara verbal karena menyangkut tuduhan 'malapraktik' yang dilakukan KPK.

Sama halnya KPK tidak boleh cuma 'bernyanyi' di pengadilan menyebut sejumlah nama menerima aliran dana KTP-E, tetapi sampai sekarang tidak dijadikan tersangka, kecuali Setya Novanto.

Kiranya perlu disebutkan di sini sebuah contoh penting perihal 'kegemaran' KPK 'bernyanyi' sumbang di pengadilan, yaitu disebutnya nama Amien Rais dalam perkara mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.

Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta tidak dapat memastikan aliran uang Rp600 juta kepada Amien Rais terkait dengan proyek pengadaan alat kesehatan.

Kata hakim, majelis tidak akan mempertimbangkan lebih lanjut karena tidak relevan.

Pertanyaannya, siapa lagi yang telah 'dinyanyikan' KPK di pengadilan menerima aliran dana korupsi, yang sebenarnya menurut hakim merupakan 'nyanyian' yang tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut karena tidak relevan?

Tak elok KPK seenaknya 'bernyanyi'. Panitia Angket KPK pun tak elok seenaknya 'bernyanyi'.

Novel Baswedan pun demikian. Yulianis pun tanpa kecuali.

Juga tak elok nyanyian masyarakat warga/civil society yang menghendaki penyidik KPK terlibat mengusut kasus penyiraman air keras terhadap Novel, karena KPK khusus untuk pidana korupsi.

Kiranya ruang publik bukan tempat untuk mendengarkan nyanyian-nyanyian sumbang yang bikin telinga sakit.

Sakit karena semua nyanyian itu tergolong nyanyian yang, dalam bahasa majelis hakim, 'tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut karena tidak relevan'.



Berita Lainnya
  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.