Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
DUA wakil ketua DPR mengakui kekurangan diri sendiri, yaitu rendahnya produktivitas DPR dalam menghasilkan undang-undang. Mengingat waktu yang tersisa, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan berpandangan agar DPR mengutamakan kualitas daripada kuantitas. Wakil ketua DPR lainnya, Agus Hermanto, mengakui kinerja DPR dalam membuat undang-undang rendah. Akan tetapi, ia menilai fungsi pengawasan dan anggaran cenderung membaik. Karena itu, kata dia, produk legislasi tidak bisa menjadi tolok ukur menurunnya kinerja DPR secara keseluruhan.
Sebuah pembelaan diri yang patut didengarkan, tetapi tidak menggugurkan penilaian bahwa fungsi legislasi DPR bukan fungsi angan-angan. Dalam arti DPR berfantasi mematok target sebanyak-banyaknya membuat undang-undang agar tampak hebat.
Perencanaan penyusunan undang-undang bukan pula hasil improvisasi, tetapi dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Pengertian Proglenas itu sangat hebat, yaitu instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Yang tidak ada dalam definisi itu ialah realistis.
Artinya, DPR sebagai pembuat undang-undang mengutamakan hal ihwal rasional (terencana, terpadu, sistematis), tetapi tidak realistis. 'Tidak realistis' biasanya penyakit yang diidap mereka yang gagah-gagahan agar tampak hebat. Atas nama instrumen yang terencana, terpadu, dan sistematis, dibuatlah Proglenas yang 'gagah' berupa target jumlah menjulang yang faktanya cenderung gagal diraih. Prolegnas yang mestinya merupakan instrumen keberhasilan nyatanya menjadi instrumen kegagalan. Akan tetapi, kenapa DPR tidak belajar dari perkara yang tidak realistis itu?
Siapa pun yang gagah-gagahan kayaknya sulit mengempiskan imajinasi diri agar 'membumi'. Suatu hari (Rabu, 21 November 2013), Pusat Studi Hukum & Kebijakan (PSHK) Indonesia menghadiri dengar pendapat dengan Badan Legislasi DPR (Baleg DPR). Waktu sudah sangat sempit bagi DPR perode 2009-2014. PSHK memberi masukan agar DPR mengurangi jumlah RUU dalam Prolegnas 2014, dengan cara menghentikan semua RUU yang masih dalam tahap persiapan, dan hanya melanjutkan RUU yang sudah masuk tahap pembicaraan tingkat 1.
PSHK pun mengingatkan DPR jangan 'kejar setoran', yang mengakibatkan kualitas undang-undang yang dihasilkan rendah. Data Prolegnas 10 tahun (2005-2014) menunjukkan DPR tidak pernah menghasilkan undang-undang sesuai dengan Prolegnas. Tidak ada satu kali pun target suatu tahun tercapai. Dalam 10 tahun itu ditargetkan 737 undang-undang, tetapi nyatanya tercapai hanya 316 atau 42,8%. Capaian di bawah 50% itu kiranya menunjukkan Prolegnas lebih merupakan daftar gagah-gagahan. Pada 2017 ini DPR menetapkan proritas 49 undang-undang disahkan. Padahal, kemampuan rata-rata hanya 32 undang-undang setahun.
Mengingat tahun ini energi DPR nyaris 'habis' disedot untuk membahas RUU Pemilu, utamanya ambang batas pencalonan presiden, kiranya realistis bahwa target prioritas itu perlu diprioritaskan lagi. Apakah namanya jika yang telah diprioritaskan masih perlu dibuat prioritas? Namanya prioritas gagah-gagahan. Seandainya sekarang Baleg DPR kembali bertemu dengan PSHK, kiranya pusat studi itu bakal kembali mengulangi masukan yang sama persis dengan yang mereka sampaikan hampir empat tahun lalu.
Nyatanya, dalam fungsi legislasi, tidak ada yang berubah dalam diri DPR sekalipun dua wakil ketua DPR mengakui kinerja legislasi DPR buruk. Psikologi DPR gagah-gagahan itu sulit sembuh. Terlebih bila undang-undang yang direvisi Mahkamah Konstitusi turut diperhitungkan. Direvisi, tetapi DPR sepertinya tidak malu kerjaan mereka 'ditinjau ulang' dalam konteks konstitusi.
Bukankah hal itu menunjukkan DPR sedikit atau banyak 'mengentengkan' substansi/kualitas undang-undang? Negeri ini kayaknya tidak kekurangan undang-undang. Malah terlalu banyak undang-undang yang tidak terlaksana. Fungsi legislasi DPR kiranya diorientasikan lebih realistis dan selektif untuk urusan-urusan besar berbangsa dan bernegara, bukan untuk daftar panjang gagah-gagahan DPR yang nyatanya tidak tercapai.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved