Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Elite yang Memudar

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
01/8/2017 05:31
Elite yang Memudar
(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

DALAM derap pembangunan di era Presiden Jokowi, perlu dikutip kembali apa yang dikatakan Bung Hatta pada Kongres Kebudayaan di Bandung pada Oktober 1951. “Apabila mau membangun dalam berbagai lapangan ekonomi, maka kita berhadapan dengan berbagai soal, yang sebagian terletak dalam lapangan kebudayaan. Selain soal pikiran dan ciptaan yang menjadi motor pembangunan ekonomi, kita hadapi juga soal-soal yang mengenai jiwa, perasaan, serta kebiasaan rakyat.”

Bung Hatta paham, konstruksi negara kebangsaan memang tidak sesederhana seperti yang diucapkan. Ia mempunyai realitas yang tidak sederhana. Begitu banyak potensi kekuatan memang, tetapi juga bisa menjadi destruksi jika salah dalam pengelolaan. Itu sebabnya, ia mengingatkan betapa ‘mengenai jiwa, perasaan, serta kebiasaan rakyat’ harus dihadapi dengan penuh kehati-hatian. Sebab, soal perasaan dan kebiasaan rakyat juga tak tunggal.

Korea Selatan memang bisa menjadi contoh yang baik betapa nasionalisme di sana dibangun atas penghargaan akan identitas kebudayaannya. Empat unsur kebiasaan seperti hanok (tinggal di rumah bergaya Korea), hanbok (berpakaian tradisional Korea), hansik (makan dengan makanan Korea), dan han geul (sistem alfabet Korea), ringan saja dilaksanakan. Ini yang menurut Sultan Hamengku Buwono X disebut sebagai basis ketahanan budaya bangsa Korea. Kita justru mulai memudar.

Kita tahu aneka kebiasaan lokal harus diberi tempat. Namun, demokrasi yang diramaikan elite politik yang kehilangan roh demokrat, akan menjadi ambivalensi dalam sikap bahkan ironi dalam praktik. Menurut seorang purnawirawan jenderal Angkatan Darat, dalam sebuah obrolan di sebuah kedai kopi, elite yang memudar kualitasnya akan menjadi bahaya. Sebab, berimplikasi ke banyak bidang.

Ia menceritakan, sewaktu bersama teman segenerasinya menyandang bintang di pundaknya, mereka merasa kalah kualitas jika dibandingkan dengan para seniornya. Para seniornya juga bilang merasa sulit mengejar kualitas seniornya lagi sewaktu dalam posisi yang sama.

“Dulu saja kami merasa begitu. Apa lagi sekarang lebih terasa lagi. Kemampuan menyelesaikan masalah ialah salah satu ukuran. Sekarang coba Anda cari di DPR, di kampus, di pemerintahan, juga di militer, sosok yang menonjol yang jadi anutan, yang punya visi kebangsaan,” katanya, pekan lalu.

Ia memuji keberanian pemerintah seperti menghadapi ormas yang tak sejalan dengan Pancasila, tetapi ia menyesalkan pemerintah justru kerap mengikuti gendang musuh-musuh politiknya. Pemerintah tidak rapi dalam melakukan komunikasi dengan publik. Dalam rencana pemanfaatan dana haji, misalnya, pemerintah punya alasan dan pijakan yang kuat, sayangnya kurang dikomunikasikan secara detail alasan kebijakan itu lahir dan pijakan yuridisnya.

Dalam soal haji, dengan pelantikan Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) plus Dewan Pengawas, pekan silam, jelas ini sebuah kemajuan. Sebab, pengelolaan dana haji tak lagi di tangan Menteri Agama melain di tangan badan pengelola. Adapun pemanfaatan keuangan haji, pemerintah juga punya landasan UU No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Tinggal dibuat saja peraturan pemerintahnya (PP). Jika saja sebelum pelantikan dijelaskan secara rinci, terlebih jika PP-nya juga telah ada, tentu bisa mengurangi separuh dari kegaduhan sekitar pemanfaatan dana haji.

Terlebih lagi sejak tujuh tahun lalu dana haji juga telah diinvestasikan untuk infrastruktur, melalui sukuk dana haji Indonesia (SDHI) yang jumlahnya mencapai Rp35,2 triliun. Tak hanya punya basis undang-undang, tapi didukung Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI 2012. Benar Menteri Agama Lukman Saifuddin bahwa BPIH boleh dikelola untuk hal-hal produktif, termasuk membangun infrastruktur.

Ekonom syariah Muhammad Syakir menganjurkan kita belajar penggunaan dan pemanfaatan dana haji kepada Malaysia. Di negeri dengan penduduk sepertujuh penduduk Indonesia saja, mampu menghimpun dana dua kali lipat, Rp.198,5 triliun, sedangkan kita hanya Rp90,6 triliun. Ini membuktikan betapa di masa silam Malaysia belajar banyak hal kepada kita, kini keadaan memang terbalik.

Di mata para ‘musuh politik’-nya, apa pun yang menjadi kebijakan Presiden Joko Widodo umumnya akan menuai kritik. Simak saja kicauan Yusril Ihza Mahendra di akun Twitter-nya, “Umat Islam dipinggirkan, uangnya dipakai pemerintah bangun insfrastruktur.” Dalam sekejap, nada serupa pun segera menyebar ke banyak akun. Ia jadi opini di tengah elite yang memudar kualitasnya. Karena itu, para ‘juru bicara’ pemerintah juga mesti sigap dan cerdas menjelaskan setiap kebijakan. Jangan justru memberi banyak celah, dengan melalaikan budaya komunikasi yang efektif.



Berita Lainnya
  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.