Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
SUATU saat nanti korupsi mungkin jadi senyap di negeri ini. Namun, akan dikenang pula dengan segala ingatan ada seorang penyidik yang berani dalam pemberantasan korupsi, Novel Baswedan, dianiaya dengan durjana. Karena itu, Polri mesti meyakinkan diri bahwa Korps Bhayangkara jauh dari kehendak melindungi pelakunya sekalipun, misalnya, perwira berbintang terlibat.
Mata Novel bisa jadi tak lagi sempurna akibat siraman air keras seusai salat Subuh di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, 11 April lalu. Kornea mata kirinya rusak parah. Adapun mata kanannya, baru sembuh sekitar 65%. Novel semula punya optimisme tinggi bahwa kepolisian bakal bernyali mengungkap dan memidanakan pelakunya.
Namun, dengan beberapa realitas yang ia hadapi, harapan dan keyakinannya pun mulai meluruh. Alasan pria kelahiran Semarang, 20 Juni 1977 itu, sudah tiga bulan setengah penyiraman terjadi, tetapi belum ada titik terang. Padahal, dalam menangani kasus-kasus yang lebih rumit, terorisme misalnya, Polri khususnya Densus 88 kerap amat cepat.
Sementara itu pada kasus dirinya, yang sudah berkali-kali mendapat ancaman, beberapa nama yang diduga pelaku juga kerap dilihat para saksi, seperti jalan di tempat. Menurut Polri, setiap kasus memang punya karakteristik. Ada yang cepat, sedang, dan lama, tergantung bagaimana proses lapangannya. Novel, seperti ia ceritakan pada acara Mata Najwa, mengaku kerap diikuti beberapa orang.
Beberapa saksi di sekitar rumahnya juga mengatakan ada beberapa orang yang datang dan menanyakan aktivitas Novel. Bahkan, beberapa kali orang berkendaraan secara sengaja menabrakkan diri pada Novel. Tak hanya para saksi yang melihat, dari rekaman CCTV diketahui pelaku kabur dengan sangat cepat dan tahu dengan baik arah jalan aman.
Polisi memang pernah menangkap dua orang yang diduga pelaku, Muchlis dan Hasan. Namun, mereka dilepas karena tak cukup bukti. Menurut Novel, sebagai penyidik KPK, terlebih dengan background sebagai perwira polisi, mengungkap penyiraman air keras terhadap dirinya tak terlalu pelik. Aktor intelektualnya pun bisa dicokok sebab Polri punya kemampuan.
Akan tetapi, soalnya ialah apakah mereka punya kemauan? Sebuah harapan yang kemudian disangsikan sendiri oleh Novel. Novel, seperti yang ia katakan kepada majalah Time edisi 13 Juni bulan lalu, semula tak memercayai ketika menerima informasi seorang jenderal di bekas intitusinya terlibat dalam kasus penyiraman air keras. "Saya katakan (kepada orang yang memberi informasi tersebut) perasaan saya mengatakan bahwa informasi itu betul," kata Novel.
Kecurigaan terhadap sang jenderal aktif Polri itu ia ungkapkan lagi di Mata Najwa. Di lembaga antirasywah, Novel memang banyak menangani kasus-kasus besar, termasuk mencokok dan membawa pulang Bendahara Partai Demokrat Mohammad Nazaruddin dari pelariannya di Kolombia. Yang dianggap kurang ajar oleh sebagian orang ialah ketika menggeladah ruang Korlantas Polri dalam kasus korupsi simulator SIM yang melibatkan Irjend Djoko Susilo.
Sebagai perwira menengah, Novel dinilai seperti menampar institusinya. Mereka lupa bahwa Novel sesungguhnya tengah menjalankan tugas dengan sepenuh tanggung jawab sebagai penyidik KPK. Lulusan Akademi Kepolisian 1998 ini tak pilih-pilih siapa yang harus dihadapi. Sebagai polisi, Novel justru tengah menunjukkan ia profesional. Ini justru untuk mengangkat muruah kepolisian juga.
Namun, Novel yang masuk KPK pada 2007 itu seperti terus diburu. Aneka teror pun seperti tak pernah sepi diterimanya. Pada 2013 ia keluar dari Polri dan sepenuhnya menjadi penyidik KPK. Memang Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah berjanji kepada Novel akan menuntaskan kasus yang menimpanya. Novel pernah pula menyampaikan kepada Tito bahwa sekaranglah momen terbaik untuk benah-benah di tubuh Polri.
Tidak hanya harapan publik amat tinggi kepada Tito ketika baru diangkat memimpin kepolisian, tetapi ini memang perintah Presiden untuk mengusut tuntas teror yang menimpa penyidik KPK yang bekerja penuh kesungguhan itu. Bisa jadi, Tito tengah berstrategi, berkalkulasi, menghitung 'untung-rugi' dalam kasus Novel. Bisa jadi akan ada sedikit gejolak, tetapi seterusnya ia sehat bagi kepolisian dan bagi bangsa ini.
Sebaliknya, jika itu ditutup-tutupi, kepolisian akan rugi sendiri. Ia akan menjadi utang Tito Karnavian. Entah sampai kapan. Meskipun Novel, yang juga cucu pejuang kemerdekaan AR Baswedan, tak lagi yakin Polri bisa menuntaskan kasusnya, saya tetap menaruh harapan pada Tito.
Dalam kalkulasi saya, ia tak akan mengabaikan perintah Presiden Joko Widodo. Juga tak akan membiarkan namanya cemar karena tak berani mengungkap teror terhadap Novel.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved