Headline
Kemenlu menyebut proses evakuasi WNI mulai dilakukan via jalur darat.
Kemenlu menyebut proses evakuasi WNI mulai dilakukan via jalur darat.
DPR kini sedang melakukan dua urusan besar, yaitu dimensi retrospektif dan prospektif. Yang pertama urusan melihat diri di masa lalu, yang kedua melihat diri di masa depan. Retrospeksi 'kecil-kecilan' misalnya mengevaluasi tindakan DPR terhadap Menteri BUMN Rini Soemarno, yaitu melarangnya hadir di DPR. Sepertinya ada 'kesadaran' larangan itu hanya menunjukkan dangkalnya pikiran dan sempitnya kepentingan. Melarang menteri hadir di DPR samalah maknanya melarang diri sendiri melaksanakan fungsi pengawasan terhadap sang menteri.
Apakah itu sebuah kedunguan atau kecongkakan kekuasaan, sepertinya tidak berbeda. Bahwa ada restrospeksi, mudah-mudahan mengandung 'sebuah kualitas', yaitu kiranya juga diproyeksikan ke masa depan untuk taat asas kepada sistem presidensial yang sangat mendasar. Menteri pembantu presiden dan hak prerogatif presiden untuk mengangkat dan memberhentikannya. Restrospeksi 'besar-besaran' perihal korupsi. Tampaklah di situ potret diri yang menyakitkan, hingga ke masa depan, yaitu operasi tertangkap tangan KPK. Apakah KPK tanpa 'dosa'?
Macam-macam jawaban muncul. Ganjar Pranowo menyebut bahwa ia menerima aliran uang proyek KTP-E merupakan karangan KPK. Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diterima KPK dari BPK hanyalah opini. Hal itu tidak menjamin KPK patuh terhadap pengelolaan keuangan negara. Pansus menyebut ada temuan yang tidak sesuai dengan sistem pengelolaan keuangan internal (SPI). Yang paling menyakitkan dalam restrospeksi besar-besaran itu berkaitan dengan kewenangan KPK melakukan penyadapan.
Pansus akan menelaah apakah penyadapan-penyadapan seperti yang dilakukan KPK sudah memiliki landasan hukum yang cukup. Pendeknya, mengutip Fahri Hamzah, "Yang penting dilakukan evaluasi dahulu, setelah itu baru rekomendasi yang dikeluarkan." Pansus Hak Angket KPK bahkan bakal menggali informasi dari terpidana di Penjara Sukamiskin dan Pondok Bambu mengenai penggunaan 'absolutisme KPK' (penyadapan dan tanpa SP3). Tidakkah terjadi abuse of power?
Sebaliknya, timbul pertanyaan, tidakkah dengan menilai predikat WTP hasil audit BPK semata sebagai opini, Pansus Hak Angket mendelegitimasikan BPK? Tidakkah juga terjadi delegitimasi pengadilan yang telah menghukum koruptor? 'Absolutisme parlemen' telah menaklukkan dan melumpuhkan semua pertanyaan itu. Pertanyaannya, untuk apa? Prospek KPK bukan hanya menjadi superbodi, melainkan juga lembaga 'can do no wrong'. Tidak ada lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang terbebas dari 'absolutisme KPK'.
'Oknum' di ketiga lembaga negara itu telah merasakan OTT. Akan tetapi, KPK sepertinya suci bersih, padahal ada temuan yang tidak sesuai dengan SPI. Karena itu, demi prospektif parlemen, absolutisme parlemen (via hak angket dan hak bujet) bergerak untuk menghentikan prospektif KPK yang 'can do no wrong'. Di DPR ada yang tidak setuju Pansus Hak Angket KPK, tapi itu bungkusnya doang demi keperluan pragmatis opini publik yang menguntungkan. Mereka tinggal menunggu hasilnya karena jelas menyangkut dimensi prospektif mereka juga berhadapan dengan prospektif KPK.
Dimensi retrospektif dan prospektif lainnya mengenai presidential threshold yang menjadi sumber kebuntuan di parlemen. Terjadilah keinginan DPR untuk melibatkan presiden yang ditolak Menteri Dalam Negeri. Dalam semua perkara itu, apakah yang sebetulnya sedang terjadi? Dalam kehidupan bernegara, senyatanya terjadi adu absolutisme di satu pihak, delegitimasi di lain pihak, mengakibatkan restrospeksi hanya menghasilkan kesadaran kecil-kecilan yang juga diproyeksikan ke masa depan.
Sepertinya di DPR tidak ada desain besar prospektif, di luar urusan 'saya mendapat apa dan berapa' sehingga sangat berkepentingan dengan ambang batas yang serendah-rendahnya dan KPK yang sebonsai-bonsainya.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved