Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Sidang Terakhir

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
09/5/2017 05:02
Sidang Terakhir
(MI/Ramdani)

HARI ini sidang terakhir terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di pengadilan tingkat pertama digelar.

Artinya, vonis akan dijatuhkan pada sidang ke-22 ini.

Apakah para pengadil akan mengetukkan palu sesuai jaksa yang menuntut Ahok dihukum satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun?

Atau ada keputusan yang berbeda dengan para jaksa?

Para hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto itulah yang akan menjawabnya.

Massa pro dan kontra Ahok menunggu dengan harapan dan kecemasan masing-masing.

Namun, hukum bukan untuk memenuhi harapan atau kecemasan publik yang sejak sidang pertama pada 13 Desember 2016 selalu riuh.

Inilah sidang di pengadilan serupa pertandingan sepak bola yang selalu dipenuhi para suporter.

Mereka seolah punya keyakinan tekanan massa, mobokrasi, benar adanya.

Ada dua pasal yang digunakan jaksa untuk mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP.

Dakwaan alternatif artinya jaksa memilih yang dipandang lebih terbukti.

Dari kedua alternatif itulah jaksa memilih Pasal 156 KUHP yang berbunyi 'Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500'.

Itu artinya dakawaan jaksa terhadap Ahok seperti dalam Pasal 156a KUHP tidak terbukti.

Pasal ini berbunyi 'Dipidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa'.

Namun, mereka memang punya 'pijakan' karena ditetapkannya Ahok sebagai tersangka juga karena aksi massa yang masif pada 4 November 2016.

Pemerintah berjanji dalam waktu dua pekan Ahok akan diproses hukum.

Sebanyak 27 penyidik dikerahkan. Mereka memeriksa 29 saksi (baik saksi pelapor maupun saksi fakta) dan 39 ahli (ahli agama, hukum, bahasa).

Dengan suara yang hampir sama kuat, pada 16 November Mabes Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka.

Kapolri Tito Karnavian pun berterus terang, karena tuntutan publik sedemikian kuat, ia terpaksa melanggar telegram Kapolri sebelumnya yang berisi penundaan proses hukum jika calon kepala daerah tersandung kasus pidana, hingga pilkada usai.

Dari rangkaian peristiwa itu, massa pun seolah punya legitimasi, terlebih setelah Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaan pada 11 Oktober 2016.

Intinya, pernyataan Ahok yang mengutip Al-Maidah 51 di Kepulauan Seribu masuk kategori menghina Alquran dan/atau menghina ulama.

Pendapat keagamaan ini baru pertama kali dibuat MUI. Prosesnya sangat cepat, hanya lima hari setelah Buni Yani mengunggah video Ahok pada 6 November yang tak sesuai aslinya.

Jaksa mengakui unggahan video Buni Yani punya andil memperkeruh suasana.

Ada penjelasan kurang gamblang antara pendapat keagamaan dan fatwa.

Menurut Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin, pendapat keagamaan derajatnya lebih tinggi daripada fatwa.

Namun, prosesnya begitu cepat, komisi yang terlibat pun hanya empat.

Sementara itu, fatwa membutuhkan waktu panjang dan melibatkan jauh lebih banyak komisi yang ikut membahas.

Ahmad Ishomuddin, ahli fikih dari IAIN Raden Intan Lampung, menyesalkan pendapat keagamaan MUI.

"Sikap keagamaan itu memicu masalah jadi besar. Kita melihat sejumlah demonstrasi yang dilakukan."

Ahok telah pula berkali-kali meminta maaf.

Namun, aksi tak berhenti, bahkan setelah Ahok kalah secara dramatis dalam pilkada Jakarta.

Amien Rais bahkan mengancam akan memimpin rakyat pisah dari Indonesia jika Ahok tak segera ditangkap.

Mereka meminta hukum ditegakkan, tetapi terus mengintervensi dengan beberapa aksi ekstrayudisial.

Aksi terbaru dilakukan pada 5 Mei pekan silam.

Fakta-fakta itu perlu diungkap kembali agar kita jernih melihat persoalan.

Kita berharap hukum tetap tegak lurus meski faktanya telah bengkok sejak awal.

Sidang terakhir itulah yang menjadi penentunya.

Mestinya pula kita semua menerima dengan lapang dada, apa pun vonisnya.

Bagi siapa pun yang tak puas, masih ada upaya hukum yang lebih bermartabat daripada aksi jalanan, yakni banding dan selanjutnya kasasi.

Ini mestinya menjadi pilihan mereka yang memuliakan hukum.



Berita Lainnya
  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.