Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Asa Menjadi yang Satu

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
04/1/2022 05:00
Asa Menjadi yang Satu
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

JUARA hanya satu, bukan dua, apalagi tiga. Sayangnya, kesebelasan nasional kita, Indonesia, selalu gagal menjadi yang ‘satu’ itu. Di Piala AFF, ajang kejuaraan sepak bola negara-negara Asia Tenggara, skuat Garuda selalu mentok di podium kedua.

Posisi dua lagi-lagi harus diterima Timnas Indonesia. Pada edisi ke-13 tahun ini, Indonesia lagi-lagi gagal juara. Datang dengan status tak diunggulkan, Indonesia sebenarnya tampil menjanjikan di babak penyisihan hingga semifi nal. Namun, di fi nal, di partai pamungkas, mereka tak berdaya di kaki Thailand.

Di leg pertama, gawang Nadeo Argawinata empat kali kebobolan. Indonesia kalah telak 0-4. Inilah kekalahan paling besar sepanjang ambil bagian di Piala AFF sejak 1996. Remuk.

Namun, publik masih berharap Asnawi Mangkualam Bahar dan kawan-kawan dapat membalikkan keadaan di leg kedua. Bola itu bundar. Siapa tahu Indonesia bisa seperti Barcelona, yang kalah 0-4 di laga pertama lalu menang 6-1 di duel kedua babak 16 besar Liga Champions 2017.

Namun, Indonesia jelas bukan Barcelona. Bedanya jauh, terlalu jauh. Sejauh jarak antara Jakarta dan Kota Barcelona yang 11.679 km. Meski tampil lebih apik, mereka hanya mampu imbang 2-2.

Usai sudah perjuangan anak-anak Shin Tae-yong. Pupus sudah mimpi publik Tanah Air untuk mencicipi nikmatnya trofi Piala AFF. Lengkap sudah julukan Indonesia sebagai spesialis runner-up. Ya, enam kali melaju ke final enam kali, mereka hanya nyaris juara.

Mengecewakan? Tentu saja. Menyakitkan? Sudah pasti. Sepak bola memang kejam dan Indonesia berulang kali menjadi korban kekejaman itu.

Kekejaman sepak bola pun tak pandang bulu. Tak cuma Indonesia, banyak tim lain yang senasib sepenanggungan.

Siapa yang tak tahu Belanda. Mereka salah satu raksasa sepak bola Eropa, bahkan dunia. Gudangnya pemain-pemain berkelas. Akan tetapi, Belanda belum pernah menjadi kampiun Piala Dunia. Dari tiga kali lolos ke fi nal, semuanya berakhir dengan hampir juara. Pada 1974, mereka dikalahkan Jerman Barat, lalu ditundukkan Argentina pada 1978, dan pada 2010 dibekuk Spanyol.

Ada pula Yordania. Dari tiga kali bertarung di fi nal Piala WAFF (Federasi Sepak Bola Asia Barat), tiga kali pula Yordania gagal juara.

Di level klub, Atletico Madrid menjadi contoh. Klub Spanyol itu tiga kali menapaki partai final Liga Champions pada 1974, 2014, dan 2016, tapi semuanya berujung kegagalan. Semuanya cuma hampir juara.

Anda pernah dengar SV Robinhood? Klub ini memang tidak familier. Ia ialah raksasa Liga Suriname yang ada sejak 1945 dengan capaian 24 gelar lokal. Namun, di Liga Champions CONCACAF selalu sial. Lima kali berlaga di partai pamungkas, lima kali pula mereka gigit jari.

Juara hanya satu, bukan dua, apalagi tiga. Di Piala AFF, Indonesia memang selalu gagal menjadi yang ‘satu’ itu. Akan tetapi, harus diakui timnas kali ini menjanjikan harapan di kemudian hari.

Skuat Garuda memang sudah kerap gagal. Bedanya, seingat saya, baru kali ini kepadanya minim nyinyiran dan cercaan. Belum ada pula syak wasangka bahwa kekalahan di fi nal pekan lalu karena ‘ada apa-apanya’.

Kata publik, kekalahan dari Thailand sudah sewajarnya. Kata netizen +62, kita memang tak mungkin mengalahkan ‘Gajah Perang’ Thailand. Dalilnya, yang bisa membunuh pasukan gajah ialah burung ababil, bukan garuda seperti yang dikisahkan di kitab suci. Ah, netizen kita memang paling bisa. Tentu mereka hanya bercanda.

Banyak pula yang bilang, Indonesia masih terpenjara kutukan runner-up. Saya tidak sepakat dengan anggapan itu. Seperti ketidaksepakatan legenda Juventus Alessandro Del Piero bahwa ada kutukan dalam sepak bola, setelah ‘Si Nyonya Tua’ berulang kali rontok di final Liga Champions semenjak terakhir kali juara pada 1996. “Kutukan tak ada untuk para pemain, atau siapa pun yang bermain di lapangan,’’ katanya.

Emangnya salah apa Indonesia hingga harus dikutuk? Lagi pula penyihir mana yang kurang kerjaan lalu menyemburkan mantra jahatnya ke Timnas Indonesia?

Yang pasti, materi timnas masih muda dengan rata-rata usia 23,8 tahun. Bandingkan dengan umur Thailand yang rata-rata 27,1 tahun. Konon, usia emas pesepak bola ialah 27-30 tahun. Artinya, masih terbentang jalan bagi mereka untuk berkembang dan terus berkembang.

Tentu itu pertanda baik. Pertanda bahwa publik percaya anak-anak besutan Shin Tae-yong sudah tampil semaksimal yang mereka bisa. Percaya bahwa mereka akan semakin digdaya. Akan tetapi, maaf, bukan percaya bahwa pengurus PSSI sudah bagus dalam mengurus sepak bola.

Petuah profesor Arsene Wenger kiranya pas untuk materi muda kita. Kata dia, “Kemenangan di usia muda bukan hal yang paling penting, yang penting ialah mengembangkan pemain kreatif dan terampil dengan kepercayaan diri yang baik.”

Itulah yang akan dan harus dilakukan Shin Tae-yong. Dia senang melihat para pemain mudanya begitu bersemangat menjalani turnamen Piala AFF. Dia percaya, dengan kerja lebih keras, mereka dapat berkembang lebih baik di turnamen-turnamen berikutnya.

Itu pula yang membuat saya, juga jutaan rakyat Indonesia, kembali berani mengapungkan asa. Asa bahwa gak pakai lama timnas mampu menjadi yang ‘satu’, bukan yang dua, apalagi tiga.



Berita Lainnya
  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik