Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Memuji Jokowi

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
10/11/2021 05:00
Memuji Jokowi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PUJIAN itu menyenangkan. Apalagi bila pujiannya setinggi langit. Otot-otot yang tegang langsung lumer. Raut muka berseri-seri. Hati terasa bahagia.

Sebaliknya, dicibir, lebih-lebih dihina, pasti terasa sakit. Tangan mengepal menahan amarah. Ingin rasanya membalas cibiran dan hinaan itu secara langsung. Bila perlu, terus-menerus hingga sang pencibir 'tersungkur'.

Akan tetapi, bagi seorang Presiden Jokowi, rasa senang dan sedih karena pujian dan cibiran itu sepertinya hampir sama; sama-sama menantang. Dicibir, berarti tantangan untuk membuktikan sebaliknya. Dipuji, tentu tantangan untuk menjaga dan menguatkannya agar tidak terpeleset di kemudian hari.

Dalam sebulan terakhir ini, tantangan tersebut hadir. Penyebabnya bukan semata cibiran. Kalau yang itu seperti sudah menjadi menu harian. Kali ini, yang muncul adalah pujian setinggi langit. Dua pujian, malah. Sudah begitu, dua-duanya dari luar negeri dan sama sekali bukan orang Indonesia.

Pujian terbaru datang dari seorang kolumnis Malaysia yang menulis untuk media Free Malaysia Today (FMT), Adzhar Ibrahim. Sembari mengungkapkan keluh kesah mengenai situasi perpolitikan di negaranya, Adzhar menyebut situasi Indonesia jauh lebih baik. Meski praktik korupsi masih marak terjadi di Indonesia, situasinya secara keseluruhan masih jauh lebih baik ketimbang Malaysia. Dinamika politik di Indonesia, tulis Adzhar Ibrahim, juga relatif stabil. Berbeda dengan Malaysia yang dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami intrik berujung pergantian kekuasaan dalam rentang waktu relatif singkat.

Menurut Adzhar, situasi Indonesia tersebut terjadi sejak Joko Widodo menang dalam pemilihan umum di 2014 dan 2019. Indonesia berhasil mempertahankan posisinya 'di luar liga utama negara-negara korup dan disfungsional'. "Kita selalu mengecam jajaran pemimpin saat situasi memburuk, dan sudah sewajarnya kita mengapresiasi mereka saat situasi membaik. Jokowi tentu saja layak mendapat lebih banyak apresiasi," kata Adzhar Ibrahim dalam tulisannya berjudul ‘Emulate Jokowi for a Better Malaysian Future’ di situs FMT, Minggu, 7 November 2021.

Adzhar Ibrahim mengatakan, sebenarnya Malaysia sempat jauh lebih unggul dari Indonesia dalam berbagai bidang di masa lalu. Ia mengeklaim Indonesia bahkan pernah merasa iri dengan berbagai kemajuan yang dialami Malaysia di masa-masa itu. Namun, lanjut dia, sebagian masyarakat Malaysia terlena dengan kemajuan itu dan menjadi lembek.

Indonesia, sebaliknya, terbukti lebih progresif dan tahan banting. "Indonesia telah mengatasi ketertinggalan dan sekarang terus berada di posisi depan. Ada optimisme di sana bahwa besok akan lebih baik dari hari ini, dan tentu saja lebih baik dari kemarin. Sementara itu, jika saya melihat di Malaysia, saya merasakan adanya pesimisme. Hari-hari terbaik kita mungkin sudah berlalu," ungkap Adzhar Ibrahim.

"Jujur, saya sangat malu mengakui bahwa kita perlu sosok pemimpin seperti Jokowi. Seorang warga Malaysia seperti saya, memuji politikus Indonesia dan berharap sosok seperti itu mengatur negara ini? Ya, ampun, mengapa situasinya bisa menjadi seperti ini," puji Adzhar setinggi langit.

Sebulan sebelumnya, seorang profesor National University of Singapore, Kishore Mahbubani, juga memuji Jokowi setinggi langit. Dalam tulisannya, Profesor Mahbubani menyebut Jokowi sebagai sosok genius dan menyebutnya sebagai pemimpin paling efektif di dunia.

Penilaian atas Jokowi ini dipaparkan di dalam artikel berjudul ‘The Genius of Jokowi’. Tulisan itu terbit di Project Syndicate, sebuah media nirlaba yang berfokus pada isu internasional, pada 6 Oktober 2021. Keberhasilan Presiden Indonesia Joko Widodo, kata Mahbubani, layak mendapat pengakuan dan penghargaan yang lebih luas. Dia memberikan model pemerintahan yang baik yang dapat dipelajari oleh seluruh dunia.

Pujian itu terasa sangat menyegarkan di tengah masih adanya cibiran terhadap Jokowi di dalam negeri. Ada yang mencibir Jokowi sebagai pemimpin yang tidak cakap, tidak mahir berbahasa Inggris yang menjadi bagian dari pergaulan dunia, sampai pula ada yang menyebut Jokowi otoriter dan antidemokrasi.

Tentu, dalam alam demokrasi, cibiran seperti itu lumrah. Tapi, dalam demokrasi yang sehat, kualitas cibiran mestinya naik kelas menjadi sikap kritis. Kritisisme itu makanan sehat. Sebaliknya, cibiran itu condong seperti makanan hampir basi, yang bila tidak menemukan jejaknya dalam fakta maupun kekuatan argumentasi, bakal jatuh menjadi sampah.

Begitu pula, pujian itu seperti gula. Bila takarannya berlebihan dan dikonsumsi terus-menerus, bisa menjadi diabetes. Jokowi pasti sudah bisa menakar bagaimana ia perlu menu yang sehat dan sesekali meminum teh pakai gula dengan takaran yang pas.



Berita Lainnya
  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik