Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
MARK Zuckerberg tak menyangka jika media sosial Facebook yang ia dan empat kawannya dirikan bakal menciptakan ketergantungan bagi lebih dari 2,8 miliar orang. Hanya dalam kurun satu setengah dasawarsa, Zuck dibantu empat teman sekamarnya di asrama kampus Harvard tempatnya berkuliah, yakni Eduardo, Saverin, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes, mampu membuat orang 'mati gaya' jika medsos raksasa itu mendadak down.
Itulah yang terjadi mulai sekitar pukul 23.00 hingga 05.30 WIB, Selasa, kemarin, saat Facebook dan dua anaknya, Whaatsapp dan Instagram, tumbang di banyak negara. Dunia seperti kolaps. Miliaran orang kelabakan. Di Twitter, jalur medsos yang tidak ikut-ikutan tumbang, gerutu bertalu-talu. Yang tak sabar menahan gelisah ada yang bahkan mencuitkan serapah.
Zuck pun meminta maaf. Namun, ia tidak menjelaskan penyebab tumbangnya medsos yang awalnya dibikin hanya dalam waktu dua pekan itu. Ia hanya berkata, "Setelah 6 jam berhenti, kini semua sudah lancar dan terkendali."
Ia mencoba menghibur diri. Namun, kata maaf seolah tidak cukup untuk mengobati luka bagi yang kepalang nyandu. Kurun 6 jam untuk mati suri tidak mampu membendung miliaran orang yang telanjur serbabergegas. Jangankan begitu. Mati setengah jam saja serasa kiamat bagi mereka yang hidupnya keburu dihela waktu.
Maka itu, laju bisnis 'kerajaan' Facebook pun terkikis. Hanya butuh mati 6 jam bagi FB, IG, dan WA untuk merugi US$7,7 miliar, alias nyaris Rp100 triliun. Dari pasar global, akibat ambruknya tiga aplikasi tersebut, saham Facebook dilaporkan hangus hingga 5%. Dibuat dalam tempo cepat, melesat cepat, merugi pun juga cepat.
Beberapa organisasi dan website pengukur iklan global memprediksi kerugian yang diterima Mark Zuckerberg setelah tiga aplikasi andalannya down semalaman, ditaksir merugi hingga US$7 miliar atau setara Rp99,8 triliun. Standard Media Index memperkirakan Facebook kehilangan sekitar US$545 ribu, setara Rp7,7 miliar per jam selama gangguan itu terjadi. Sementara itu, pada Senin 4 Oktober 2021, Facebook, Whatsapp, dan Instagram tidak bisa diakses sekurangnya selama 6 jam.
Sementara itu, Bloomberg Billionaires Index melaporkan Zuckerberg, yang sebelumnya mejeng sebagai orang terkaya di dunia urutan kelima dengan harta senilai US$121,5 miliar, harus kehilangan US$366 juta akibat gangguan tersebut. Posisi Zuckerberg kini terlempar di bawah Bill Gates.
Mengutip laman Forbes, 'pemadaman' ketiga aplikasi tersebut juga membuat Zuckerberg rugi US$5,9 miliar. Hal itu disebabkan turunnya kepercayaan investor buntut melemahnya Facebook di pasar saham. Beberapa ahli menyebut masih banyak estimasi kerugian lain yang memungkinkan Zuckerberg dan petinggi lainnya harus kehilangan puluhan triliun rupiah.
Reputasi dibangun berhari-hari. Namun, hanya butuh beberapa jam untuk menggerus taji. Benar belaka peringatan komposer Adie MS. Dalam sebuah acara bincang-bincang di Metro TV, ia berkata, "Butuh berhari-hari untuk menata harmoni dari ratusan orang dalam sebuah konser. Tapi hanya butuh satu orang dan dalam hitungan menit untuk membuyarkan semuanya."
Respons atas kolapsnya FB, IG, dan WA itu kiranya memberi sinyal penting bahwa ruang-ruang kesabaran kian menyempit. Dalam dunia yang kian bergegas, kesabaran sudah serupa aib. Teknologi menciptakan kemudahan, imajinasi tanpa henti, kreativitas tanpa batas. Akan tetapi, ia juga melahirkan hukum besi: yang tidak bergegas akan ditebas.
Namun, ada juga kawan yang menghibur diri. Setelah aplikasi WA siuman, ia menulis, "Ternyata enak, ya, hidup tanpa medsos. Telinga tidak terganggu dengan ‘tang, ting, tang, ting’..." Ia seperti menegaskan salah satu penggalan syair karya Ebiet G Ade, saksikan bahwa sepi lebih berarti dari keriuhan.
Akan tetapi, saya bersyukur tiga aplikasi tersebut, terutama WA, kini sudah siuman. Saya pun bisa menyusun kata-kata untuk saya antarkan menuju Podium ini. Saya maafkan Zuck.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved